“baiklah, sidang rapat program kerja kita pending dulu. Kita istirahat setengah jam untuk shalat dhuhur dan makan siang. Kita akhiri dengan hamdalah bersama, wassalamu’alaikum wr, wr.”
Ku angkat tubuhku setelah berjam-jam berdebat argument dengan akhwat anggota baru yang sok aktif itu. Entah siapa namanya, akhwat berjilbab biru yang sering dibicarakan oleh para ikhwan itu benar-benar telah memicu emosiku hari ini. Segera ku pergi ke masjid kampus dua dan ambil wudhu berharap emosiku sedikit menurun.
”sabar akhie..niatkan semua karena Allah, dakwah Islam” sapa akh yogi, ketua umum LDK yang baru. Pimpinan sidang kali ini. Aku hanya tersenyum, padahal hatiku masih berkecamuk.
“ah..mungkin jodoh kali akhie..kan klop sama-sama aktifnya di sidang..hahaha” celetuk akh husein, ketua divisi syiar yang terkenal humoris itu.
lantunan Adzan akh ahmad terasa menyejukkan hatiku yang panas ini, sembari menunggu antrian wudhu, gak ada salahnya duduk sebentar di teras masjid sambil memandangi taman masjid yang hijau itu. Hmm..tak seharusnya aku sekeras itu di sidang, namun sebagai ketua divisi humas, aku merasa dipermalukan oleh akhwat anggota baru itu, yang jelas aku lebih pengalaman selama 2 tahun di LDK ini. kutengokkan pandanganku ke tempat wudhu, teman-teman aktivis dakwah yang sungguh luar biasa, batinku. mereka rela mengorbankan hampir seluruh waktunya untuk mengurusi dakwah kampus ini. Tak jarang mereka sampai harus menginap di masjid kampus untuk membahas agenda dakwah yang kedepan. Aku tahu bagaimana suka dukanya para aktivis dakwah di kampus ini, perjuangan mereka, kesabaran mereka, memang pantas aku acungi jempol. Aku bangga menjadi bagian dari dakwah kampus ini, setidaknya di sinilah semua ilmuku di pondok dulu ku kontribusikan dalam masyarakat.
Saut-saut iqomah terdengar dari dalam masjid, segera ku ambil air wudhu dan masuk shaf. Kutundukkan segala raga jiwaku untuk berkomunikasi dengan Allah lewat shalat ini, betapa teduhnya. Tiba-tiba ditengah sujudku aku teringat dengan umiku. Kuhaturkan doa, semoga keluargaku baik-baik saja di sana.
Shalat telah usai dilaksanakan. Akh yogi mengajak kita kembali ke ruang sidang untuk makan siang dan melanjutkan sidang.
Setelah sidang kemarin aku dan si akhwat itu menjadi bahan perbincangan di markas besar, pusat koordinasi LDK. Entah kenapa. Mungkin karena baru kali ini aku berurusan dengan yang namanya akhwat. Ukhti nur, sekretaris departemen humas. Sudah berkali-kali ku beritahu untuk meredam desas-desis seperti itu, selain dapat membuat fitnah, itu bisa merusak citra LDK ini. Memang ukhti nur inilah yang menjembatani antara diriku dengan lingkungan akhwat, karena dialah partner dakwah akhwat satu-satunya yang kukenal dan dekat, walaupun sampai kini aku belum pernah tahu orangnya seperti apa. Karena di LDK ini setiap rapat diadakan dengan hijab yang membatasi antara akhwat dengan ikhwan. Sampai-sampai kalau koordinasi langsung harus di balik tembok. Mungkin karena inilah para aktivis LDK di segani oleh aktivis kampus yang lain.
xxxx
Suatu hari emosiku benar-benar dumiat meledak oleh si akhwat itu ketika kudapati sebuah cerpen di majalah yang isinya menyindir diriku, di bawahnya tertulis nama samaran ‘aisyah humaira’. Dicerpennya mengisahkan tentang seorang ikhwan yang kaku dengan argumennya dan tak mau kalah. aku sudah tahu itu adalah dia,dia aktif berkontribusi tulisan di majalah-majalah kampus dengan nama itu, dia juga seorang jurnalis kampus.
“wah antum jadi artisnya LDK sekarang yah..hehe” ku hiraukan ucapan akh hasan.
Malam itu kutulis sebuah surat untuknya dengan nada yang agak keras. Memang 6 bulan semenjak rapat program kerja aku agak tegang dengannya. Sebagai sekretaris divisi syiar, kita sering mengadakan rapat koordinasi bersama membahas silaturahmi ke LDK lain universitas yang biasanya dilanjutkan dengan mengadakan acara kajian islam bersama. Terkadang aku ijin keluar di tengah rapat karena tidak sanggup lagi menahan emosiku dengan hanya mendengar suaranya dibalik tabir itu. Segera kulipat suratku dan kumasukkan amplop putih, berharap semoga dengan ini semuanya kembali baik. Malam itu tahajudku tidak maksimal karena kejadian tadi siang.
Pagi itu kutitipkan surat pada ukhti Nur, tolong sampaikan ke ukhti shinta, aku tahu ukhti Nur was-was dengan surat ini. “sabar akh, jangan jadikan masalah pribadi sebagai penghambat gerak dakwah antum”. “insyaAllah ukht” hanya itu kata yang keluar dari mulutku.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Aku sudah tidak lagi mendapati ‘ulahnya’ lagi. hari-hariku di LDK ini segar kembali, aku bisa menjalankan agenda dengan baik, tak ada lagi kabar burung yang beredar di lembaga ini. Suatu hari ku ambil majalah Gema di loker mabes, hmm.majalah baru. Sembari menunggu adzan ashar kubuka dan kubaca halaman per halaman dengan tenang. Selalu ada rubrik special di tiap bulannya. Telah kubaca semuanya, namun sepertinya ada yang ganjil. Lalu kucoba lagi membukanya satu-persatu dengan lebih teliti. Dimana nama aisyah humaira???, tumben tidak ada satupun tulisannya yang dimuat, padahal selama ini hampir sebagian besar berasal dari tulisannya. Lalu ku kirim sms ke akhie Darsono, penanggung jawab editor Gema,
“assalamu’alaikum, akh, mo Tanya nih… editornya ganti yah..???”,
setelah beberapa saat, sms balasan itu kubaca,
”wa’alaikumsalam wr, wb..iya akh..kan ukhti shinta nya sekarang sudah keluar dari LDK, jadi kita cari ganti dengan yang lain”.
“syukron..”
hah,,, aku terpaku melihat kabar itu, dia keluar dari LDK, apakah karena aku??, gak mungkin..hatiku semakin berkecamuk. Ada apa dengan dia.
Keesokan harinya kucoba kontak dengan ukhti Nur, dibalik tembok mabes ukhti Nur menceritakan panjang lebar tentang perihal dia keluar dari LDK ini.
“secara pastinya ana gak tau akh perihal alasan ukhti shinta keluar dari LDK ini, namun sepertinya antum yang lebih tau alasannya, karena setelah menerima surat dari antum saya perhatikan ukhti shinta jadi sedikit murung,dan diam, padahal biasanya dia selalu ceria. Ada apa antara antum dengan dia akh??”
“yang jelas bukan cinta ukht”,sanggahku.
“Dia sebenarnya bermaksud baik dengan antum akh. Dia selalu membela antum, ketika antum jadi pembicaraan di tempat akhwat, dia selalu mengingatkan agar jangan ghibah. dia itu akhwat pertama yang berani menghapus foto-foto ikhwan juga foto-foto antum di computer akhwat. Meskipun dia anggota baru namun dia berani mengingatkan para seniornya jika memang salah, dia pandai memberikan dalil. Sebenarnya dulu awal-awalnya dia lembut,karena kita satu wisma jadi saya tahu dia seperti apa, namun ketika rapat membahas program kerja ana kaget dia berani bicara di ruang sidang dan mengkritisi antum.”
“boleh saya minta ketemu dengannya ukht?”
“afwan akh, dia juga sekarang gak di Solo lagi, dia hanya menitipkan ini ketika dia pamit ke ana.”
Kuterima surat dari ukht Nur dengan hati penuh tanya. Apa iya hanya karena masalah ini dia memutuskan untuk berhenti kuliah. Hatiku menjadi kalut dan semakin bersalah. Ingin rasanya pergi menemuinya dan meminta maaf, setelah mendengar semuanya dari ukht Nur. Namun itu sulit, ketika kutanyakan tentang alamanya, ukhti Nur bilang tempat lahirnya di Riau. Sedangkan no hp nya tidak aktif mulai saat itu. Ukhti maafkan ana.
Malam itu sesampainya dikost aku ketiduran di kamar setelah tadi siang berkutat membahas agenda humas terdekat dan juga masalah itu. Setelah shalat tahajud aku teringat surat itu, lalu kubuka dan kubaca.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
Li akhie Maula fi ardhiellah.
Tak layak jika sebuah ukhuwah terjalin atas nama selain Allah dan tak layak pula permusuhan terjadi atas selainnya. Maka betapa indahnya sebuah pertemuan yang didasari rasa cinta kita kepada Allah, dan perpisahanpun karena alasan itu.
Mungkin antum terkejut melihat perihal ana keluar dari LDK ini, bahkan lebih dari itu, keluar dari kampus ini. Melihat hubungan yang tidak baik yang terjalin antara ana dengan antum. Afwan akh, bukan maksud ana untuk memperkeruh masalah ini.
Seminggu sebelum rapat program kerja itu ana disuruh menemani ukhti Nur dalam rapat PH, di dalamnya membahas siapa calon ketua LDK tahun depan. Semua sepakat bahwa antum lah calon terkuat dengan background keislaman antum dan semangat antum dalam merentas dakwah kampus ini, selain kapabilitas antum dalam memimpin. Namun juga disayangkan ada beberapa karakter antum yang membuat sedikit prihatin dari para senior, sikap ngotot antum dan kaku antum dikhawatirkan nantinya akan membuat pudarnya kesolidan para kader sehingga kinerja dakwah ini, ana tahu bahwa antum adalah seorang idealis yang istiqomah dengan prinsip antum, namun untuk memaksakan kehendak, antum bisa dibilang egois. Dan itu dapat merugikan dakwah ini, sedangkan kalau nantinya ketua LDK ini dipegang oleh orang yang kurang paham agama. Para senior takut nanti terjadi peminggiran tujuan dakwah. Oleh karena itu ana memberanikan diri untuk mengkritisi antum dan berharap antum sadar dengan sifat antum ini. Ana juga sudah tahu bahwa sulit bagi ana untuk menyadarkan orang seperti antum dan akan terjadi ketegangan seperti ini. Namun setelah beberapa bulan berjalan, ana rasa bukan perkembangan baik yang terjadi, malah sikap antum semakin keras dengan ana. Dan lebih buruk pula kinerja dakwah antum karena tidak pernah ikut rapat koordinasi ketika ada ana disitu. Ana yakin antum adalah ikhwan yang hebat. Namun jujur, sekarang antum belum mencapainya, semoga nantinya ketika ana tidak lagi di LDK, antum benar-benar bisa berubah dan benar-benar menjadi aktivis muslim yang berpengaruh baik buat dunia islam.
Sekali lagi. afwan ketika selama ini ana menyakiti hati antum.
Ada pertemuan dan juga ada perpisahan, namun tidak semua berakhir dengan perpisahan.
Jika Allah berkenan, kita pasti bertemu lagi.khafidzakallah.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu..
Tak terasa air mata ini meleleh menetasi sajadah, dulu ketika kakak perempuanku masih hidup, dialah yang paling bisa membuka hatiku ketika aku melakukan kesalahan, dan sekarang seolah-olah sosok dia menggantikannya dalam membuka sisi gelap hatiku. Aku sadar bahwa memang setelah kepergian bapak sikapku berubah menjadi keras, dan tidak ada yang berani menasihatiku selain kakakku, namun setelah kakakku juga pergi meninggalkanku dan umiku dunia ini, aku semakin keras tabiatnya. Ya Allah terima kasih telah menyadarkanku.
Pagi itu seolah hidupku berubah. Aku lebih banyak tersenyum, bahkan ketika rapat aku enjoy dalam memimpin. Benar saja, para ikhwan dan akhwat di departemen humas semakin dekat denganku, rapatpun menjadi lebih colourful, mereka semakin berani mengemukakan pendapat. Dan banyak sekali pendapat mereka yang sangat bagus untuk progresifitas dakwah ini,ketika suasana rapat mulai meredup aku mencoba bergurau untuk menghidupkan kembali suasana. terkadang aku mengadakan makan bersama antar anggota humas, sampai rihlah departemen. Para anggota baru pun tidak takut lagi dekat denganku dan banyak-banyak bertanya tentang dakwah ini. sampai-sampai akh Yogi mengacungkan jempol untuk progesifitas kinerja humas ini. Dan baru ini kurasakan layaknya kehangatan keluarga di LDK ini. Suatu saat ketika aku bertugas piket malam di masjid, aku masuk ke mabes akhwat untuk mengetik sebuah proposal karena computer berada disana, kudapati file foto agenda, entah mengapa diriku ingin melihat foto-foto LDK, dan tak sengaja aku melihat foto dia. Aku tak tahu, entah kenapa tiba-tiba hatiku berdesir saat melihatnya, apakah aku jatuh cinta??.
Astaghfirullah. Segera kututup file itu, oh my god aku mengingatnya lagi. entah dimana dia sekarang, semoga Allah selalu menjaganya, karena dia adalah akhwat yang hebat.
Setahun berlalu, aku akhirnya menjadi ketua umum LDK LDK ini dengan dukungan hampir semua anggota. Dalam rapat koordinasi program kerja ini aku sebagai ketua sidang. Di awal sidang aku beritahukan kepada semua departemen untuk merefresh semua agenda, melupakan agenda-agenda tahun kemarin dan membuat ulang agenda baru dengan pertimbangan mashlahat madharat, sehingga tidak ada satu agenda yang sia-sia dan agenda akan lebih fresh untuk dijalankan, ditengah-tengah itu tiba-tiba seorang akhwat anggota batu berdiri dan menyela perkataanku kemudian memberikan usul, spontan para senior yang berada di dalam sidang tertawa ricuh, ingat peristiwa tahun kemarin antara aku dengan dia. Ya Allah, aku hanya tersenyum menanggapinya.
Di awal kepemimpinan di LDK ini tidak ada kesulitan, karena semuanya fresh dan para anggota tidak ada yang merasa terdzolimi. Pertemuan tidak hanya diadakan untuk para PH saja tiap minggunya, namun aku juga mengadakan pertemuan santai untuk semua anggota, disana kami membicarakan all about dakwah secara ringan, karena untuk yang berat-berat sudah dimasukkan di dalam rapat PH, para senior.aku dibantu oleh ukhtie Rinda sebagai ketua dua, namun dalam perjalanannya aku kurang sreg dengan dia bukan untuk masalah kinerja dakwahnya namun secara personal. Setelah tahu kalau kita sama-sama dari kudus, dan tahu kalau diriku keluaran sekolah islam terkemuka di kudus, ukhti rinda ini sering sms bahkan telepon. Lebih parahnya lagi aku melihat gelagat yang gak beres.suatu saat dia mengirimkan cerpen ke upm dan dimuat dimajalah SYABAB, judulnya ketika akhwat jatuh cinta, aku benar-benar tidak tahu harus gimana.
“dia naksir antum akh, wah kan cocok tuh antara antum yang kayak rambutnya kayak korea dengan dia yang baby face.cucok..eheheh” celetuk akh andi ketika berkumpul dengan ikhwan-ikhwan lain di mabes ikhwan, terkadang juga kita bicara agak nyeleneh seperti itu, maklum,ikhwan juga manusia.
”iya..rambut doank,,wajah mah tetep njowoni,hahaha..”sahutku memicu tawa ikhwan-ikhwan,
“wah,,tapi cantikan ukhtie Shinta akh..baby face na pekaat buanget..”sanggah akh tono, ukhtie
shinta..hmmf..aku jadi ingat dia lagi. tak bisa kunafikan, dia akhwat terbaik yang pernah ku kenal. Pernah suatu saat aku dapat cerita dari ukhti Nur, bahwa dia sering di dekatin ikhwan-ikhwan dari universitas-universitas negeri terkemuka. Namun segera dia tolak dan bilang kalau emang serius, dia minta dinikah, gak di deket-deketin, seperti gak ada harganya. Hmmf..mungkin dia sekarang sudah dinikah orang. Apalagi ukhti Nur juga bilang terakhir ketika ada ikhwan yang hendak melamar dia bilang kepada ikhwan kalau hatinya sudah ada yang mengisi.hmm..siapakah ikhwan yang sanggup mengisi hatinya itu, pasti beruntung benar ikhwan tadi..
”hoiii..kok malah ngalamun akh,hayoo..ngalamunin ukhtie shinta ato ukhtie Rinda neeh..” celetuk akh hasan
“ngelamunin antum akh,hehehe” sontak semua ikhwan tertawa riuh..kompaakkk…
“sukses ya akh” ucap mereka. Kupeluk satu persatu para ikhwan LDK, sudah dua tahun aku tidak mengunjungi LDK ini, setelah tampik kepemimpinan bergulir ke angkatan bawah LDK, dan aku telah menyelesaikan S1 ku di universitas ini. Aku melanjutkan studi S2 mengambil program sospol di UI, kadatanganku disini sebagai notulen alumni ketua LDK, sebelumnya saya membekali para anggota untuk memperlebar sayap terutama di bendahara, yaitu membuat semacam wirausaha yang sumber dayanya dari seluruh anggota, selain untuk meningkatkan kreatifitas, juga uang yang dihasilkan bisa menunjang program dakwah, aku juga meminta tolong ketua yang baru untuk memfasilitasi diadakannya agenda reuni alumni LDK tiap tahunnya. Setelah itu aku berkunjung ke usaha rumah makan ku untuk sedikit memberikan arahan kepada manajer rumah makanku yang akan menggantikanku selama di Jakarta.
Jakarta, kalau boleh jujur ini adalah kali pertama aku menginjakkan kaki disini untuk mendaftar dan mengikuti tes masuk S2 di UI, kampus biru yang menjadi dambaanku selama ini. Dan akhirnya aku diterima secara sah sebagai mahasiswa magister.
Suatu hari terjadi bencana di Jogjakarta, gunung merapi yang selama ini memperlihatkan keanggunanya kali terlihat rapuh dan meresahkan masyarakat sekitar, luapan awan panasnya telah menelan korban jiwa, kita para mahasiswa pascasarjana UI yang terkumpul dalam kesatuan solidaritas muslim sepakat mengumpulkan dana, dalam satu minggu telah terkumpul banyak dana untuk disalurkan dalam bentuk pakaian dan obat-obatan, sebagai mahasiswa yang asalnya paling dekat dengan jogja, aku ditugaskan menjadi coordinator lapangan. Bersama beberapa ormas masyarakat dan mahasiswa Jakarta kita berangkat dengan tiga mobil. Sesampainya di jogja kita langsung ambil tindakan menangani banyaknya korban terluka, khususnya para korban yang menderita tekanan jiwa. Kulihat disana banyak sekali mahasiswa yang menjadi relawan, ada mahasiswa ums, uns, undip, uny, ugm, disana kami berkenalan satu sama lain.
Suatu malam ketika para pengungsi dan relawan terlelap dalam mimpi, terdengar jeritan minta tolong. Aku dan mas Adi, wakilku. Mas Adi adalah mahasiswa S2 satu jurusan denganku, asli Bandung, ramah banget.dulu pernah nyantri di pondoknya Aa’ Gym, dari awal pertemuanku dengannya kita cocok dan akrab banget, mas Adi banyak bantu-bantu aku teritama dalam masalah transportasi kala harus mengejar deadline mengambil data observasi. Segera mengejar suara itu masuk perkebunan dekat pengungsian. Ternyata ada salah satu pengungsi yang tidak tahan dengan bencana yang menimpa mereka dan mencoba bunuh diri dengan menyayat tangannya. Segera kuangkat orang tadi dan dengan tubuh tergopoh-gopoh ku bawa ke pos kesehatan di dekat pemukiman masyarakat. Disana ada beberapa akhwat dari kedokteran yang siap menolongnya, setelah diperiksa sebentar, salah satu relawan akhwat menyuruh kita untuk segera membawa ke rumah sakit karena korban sudah banyak kehabisan darah, segera kupinjam mobil mas adi dan kubawa korban ke rumah sakit terdekat dengan ditemani dua orang akhwat dari kedokteran. Sejak malam sampai menjelang subuh kita menunggu di depan UGD, kulihat dua akhwat relawan tadi juga masih duduk di depanku, aku mencoba memperkenalkan diri, dari perkenalan itu aku mengenal dua akhwat tadi, setidaknya untuk mendapatkan link di UGM, yang satu mbak ani namanya, mahasiswa kedokteran semester 5, dari semarang, sedangkan yang satunya aku agak segan untuk berbicara, karena dia satu-satunya relawan yang memakai jilbab besar dan bercadar, juga berkacamata. Dia dengan menundukkan wajah dia memperkenalkan dirinya bernama aisyah, seangkatan dengan ani, entah kenapa kulihat alis mbak ani mengernyit ketika ukhti aisyah memperkenalkan dirinya.
Setelah menimba pengalaman selama seminggu sebagai salah satu relawan merapi aku semakin banyak mendapatkan ilmu tentang penanganan bencana dan pastinya punya banyak kenalan para aktivis. Malam itu ketika aku sedang membuat laporan di kontrakan mas adi, telponku bordering, dari umi. Hatiku menjadi kecut seketika, pasti masalah itu lagi, yaa..masalah yang menjadi alasan kenapa aku tidak mampir ke kudus ketika kemarin menjadi relawan di Jogja, keinginan umi yang menggebu-gebu agar aku segera menikah ini membuatku bingung, selain aku ingin menyelesaikan S2 yang tinggal selangkah lagi ini, aku belum punya calon untuk ku ajukan di depan umikku. “pokoke nak awakmu durung duwe calon, angger balio nang, mengko tak kon paklikmu lurokno calon seng apek enggo awakmu”(pokoknya kalo kamu belum punya calon, kamu pulang saja, biar umi yang minta pamanmu mencarikan calon buatmu), “injih bu minggu ngarep ba’da ujian insyaAllah kulo bali kudus” (iya bu, minggu depan setelah ujian insyaAllah saya pulang ke kudus), hatiku semakin resah, mau tidak mau aku harus menuruti keinginan umi, permata hatiku satu-satunya itu, mungkin karena umi memang sudah lanjut, beliau ingin segera mempunyai cucu dariku, anak satu-satunya. Namun yang menjadi masalah adalah dengan siapa?? Sampai sekarang aku belum mendapatkan kriteria calon yang pas, meskipun aku punya banyak teman di Jakarta ini, apalagi sebagai ketua forum mahasiswa kudus-jakarta, aku cukup dikenal. Namun satupun tidak ada yang sanggup masuk ke hatiku. “gimana mol, apa perlu aku carikan di LDK ku dulu di unpad, disana aku punya satu adik bimbinganku dulu yang sekarang masih semester tujuh, jurusan psikologi.” “apa menurut mas dia cocok untukku?” “insyaAllah mol, dia juga lulusan pondok.” “wah boleh mas, kalo begitu besok kita ke bandung.”
Keesokan paginya aku pergi ke Bandung, mencari alamat ukhti Riska, setelah beberapa jam putar-putar bandung untuk mencari alamat, akhirnya kamipun sampai. Hmm. Rumahnya cukup mewah dan entah kenapa aku selalu sensitive dengan orang kaya, karena di Indonesia kebanyakan orang kaya adalah tipe-tipe penindas. Kamipun masuk ke rumahnya, ayahnya seorang pejabat daerah. Diriku semakin berat,
“insyaAllah orangnya baik mol” aku hanya tersenyum, sedikit gugup. Yang menyajikan minuman ternyata pembantunya, aku salah, karena biasanya di desa ketika ada tamu yang menyajikan minuman adalah anak perempuannya. Saat yang ditunggu pun datang.
“assalamu’alaikum, eh akh adi. Bagaimana kabarnya?”
“wa’alaikumsalam ,Alhamdulillah ukht, eh iya ini dia akhi mola, seseorang yang tadi malam kuceritakan”
kamipun berbincang-bincang mencoba mengenal satu sama lain. Dia memang cantik sebagaimana wanita bandung kebanyakan, dari kata-katanya dia memang cerdas. Apalagi dia dari pondok, wah mungkin ini calon yang tepat untukku. Umi pasti suka. Selama perbincangan bertiga kita menjadi semakin cocok. Ukhti riska pun semakin banyak tersenyum. Setelah beberapa saat akhirnya saya dipertemukan dengan bapaknya untuk mengatakan tujuan kedatangan kami sebelumnya. Aku menemukan ada perbedaan karakter antara ukhti riska dengan bapaknya, bapaknya lebih keras dan berwibawa. Mungkin ukhti riska menurun dari sifat uminya. Dengan terang-terangan bapaknya bilang bahwa anaknya tidak akan menikah sampai dia menyelesaikan s2nya, dan ingin agar anaknya bersuami pejabat seperti dirinya. Diriku melesu, kulihat wajah ukhti riska menjadi sayu, hampir-hampir memuntahkan air matanya.
Dengan kekecewaan yang begitu kami kembali ke Jakarta, dalam perjalanan kita membicarakan hal tadi, bukan karena diriku ditolak oleh bapaknya, tapi kasihan melihat keadaan ukhti riska, pejabat?? Apa ada pejabat ikhwan. Semoga dia dijaga oleh Allah.
Malam hari setelah sampai di Jakarta mas adi bilang kalau dirinya baru saja ditelpon bapaknya, dia jua mengalami hal yang sama denganku, di suruh menikah secepatnya dalam bulan-bulan ini.” Cocok mas, ntar kita ikut kawin missal saja.hehe..”
Hari itu pun tiba, aku pulang ke kudus, mungkin pilihan umi lah yang paling tepat, setidaknya kebahagiaan beliau kebahagiaanku juga. Dan aku memang benar tidak punya pilihan lagi, mungkin sama seperti mas adi, tipe-tipe pendiam dan tidak banyak tingkah seperti kita mungki cocoknya memang dijodohkan saja. Apalagi harapan satu-satunya kandas, ketika sehari sebelumnya aku mencoba menghubungi ukhti Nur, ternyata dia telah dikhitbah ikhwan asal makasar seminggu yang lalu. Mungkin memang bukan jodohku. Semoga pilihan umi benar-benar baik, mengingat umi sering ngaji. Jadi setidaknya pandangannya lebih luas dari orang-orang tau yang awam, hanya menilai kecantikan dan keturunan.
Bulan Januari ini memang bulan penuh berkah, banyak orang menyebutnya sebagai bulan panen hujan, meskipun akhir-akhir ini juga panen musibah. bagaimana tidak, hampir setiap hari kami disuguhi derasnya air hujan disertai angin liar. Namun begitu orang-orang tak surut dengan berbagai aktivitasnya.
Pagi ini adalah pagi yang penuh dengan perubahan buat diriku, bagaimana tidak. Tiba-tiba umiku memaksaku untuk segera menikah, padahal usiaku baru menginjak umur 24 dan kuliah S2 ku pun belum selesai.
“umi ini sudah tua, dan mungkin tidak lama lagi umi meninggalkan kamu nak, umi ingin kamu mendapatkan pendamping yang menemani kamu nantinya, umi juga pengen punya cucu dari kamu, anak umi satu-satunya”
Kata-kata itu selalu membayangi diriku sejak kuterima surat umi sebulan yang lalu, sebenarnya bukan itu letak kebimbanganku. Ahh..entahlah..segera kutampik kegundahan-kegundahan hatiku.
Rintikan hujan pagi ini seperti hendak menggodaku,gemericiknya bersih tanpa petir. Sang mentaripun seperti hendak mengintip dibalik celahan mendung. Kuberdiri di depan pintu rumah menunggu umi yang sedang berdandan, meskipun aku tau umi tak pernah berdandan, nampaknya umi bener-bener bahagia melihat putranya mau mengkhitbah seorang putri pagi ini.
“ayo cepat nanti mereka menunggu lama”
Langkah kakiku bergerak lambat, kulihat wajah umiku bersinar, seperti seorang ratu berkawal hujan. Baru kali ini kulihat wajah umi sumringah setelah dua tahun kepergian abi.
Jarak rumahku dengan rumah paklik hanya sekitar dua ratus meteran, jadi cukup jalan kaki sebentar sudah sampai, hanya saja jalan yang dilalui adalah jalan persawahan, agak sulit melaluinya. Apalagi musim hujan begini jalan penuh dengan kubangan air. Langkah kaki kami terkadang tertahan oleh berikil-kerikil yang licin. Jalan sawah ini memang penuh tantangan bagi pejalan kaki.
Sepanjang perjalanan umi bicara ngalor ngidul menceritakan khitbahku ini.
“tadi malam paklikmu nelpon, katanya calonmu ini cuantik lho nak, dia lulusan ums juga, anaknya kiyai harun. Dia juga aktif di dakwah kampus, mungkin kamu sudah kenal dengan dia. Kan dulu kamu jadi ketua di sana.”
“Ums…ikut lembaga dakwah kampus…namanya siapa mi..??”
“kalo gak salah namanya Rinda atau siapa gitu, umi gak begitu jelas”
Hah..Rinda, batinku mulai gundah..langkah kakiku goyah..ya Rabb..tidak salah lagi, hanya dia satu-satunya kader akhwat yang kukenal berasal dari kota yang sama denganku,kudus. dia juga dikenal sebagai putri seorang kyai besar di kudus. Dia,,,,aku tak sanggup berkata apa-apa. Memang tidak ada seorangpun lelaki yang menafikan kecantikan akhwat itu. Wajah baby face-nya yang kata temen-temen seperti artis Sandra dewi memang mempesona banyak orang. Apalagi jika memakai jilbab modis , para ikhwanpun tak kuat memandangnya. Hanya saja aku ragu dengan akhlaknya, pergaulannya agak bebas, dan suka deket dengan lelaki, Ya Allah ya Rabb, mana mungkin paklik, seorang ustad terkenal dikampungku salah milih orang.
Masih setengah jalan kami menempuh jalanan ini, rumah paklik pun sudah mulai terlihat dari sini,sedan vios hitam itu mungkin dari keluarga akhwat itu,ternyata sudah sampai duluan,gerak langkah kakiku melemah, bukan karena capai, tapi karena gundah. Sang hujan pun tak mau berhenti berkecipak di jalan. Biarlah, setidaknya derasnya dapat sedikit menghambat gerak jalan kami menuju rumah paklik, ku ambil hp disaku celanaku, dengan hati galau ku sms ukhti Nur, hanya dia yang selama ini kupercaya dan kujadikan jembatan ketika aku harus berurusan dengan kader akhwat. Termasuk dalam urusan kali ini.
‘assalamu’alaikum…ukht, ana pengen tahu seperti apa ukhti rinda dalam pandangan antum, penting!. Jazakiellah.’
Beberapa saat kemudian hapeku bergetar, sms balasan dari ukhti Nur.
‘wa’alaikumsalam warahmatullah. Afwan akh, ana lagi ada urusan yang sangat penting. Nanti saja.afwan.’
Mukaku berkerut, duuh…kucoba berkhusnudzon dengan ukhti Nur, karena aku tau persis bagaimana dia.
Dan dalam keadaan seperti ini aku masih saja teringat akhwat Riau itu, akhwat lulusan salah satu pondok terkenal di Solo. Keistiqomahannya dalam berislam yang membuatku kagum semenjak pertama kali menjadi kader baru di LDK kampusku ini. dan karena keistiqomahannya dalam mengemban amanah di LDK hanya saja, pertengkaran itu membuat…..ah, sudahlah, itu sudah menjadi taqdir.
Hujan sedikit mereda, meski gerimis tetap menerjang juga dingin mulai menyeruak masuk melalui pori-pori tubuh ini. kulihat umi masih bersemangat berjalan kaki membelah kerumunan hujan menuju ke tempat paklik. Umi, andaikan engkau tahu seperti apa dia…arrghh..batinku berkecamuk..aku anak yang tidak pernah menolak omongan orang tua, bahkan walaupun aku harus menderita. Aku takut menyakiti perasaan beliau. Ya Allah, bukalah hati umiku nanti,. Hamba tidak ingin rumah tangga hamba hancur. Kucoba menenangkan diri dan beristighfar.
“assalamu’alaikum..”
“wa’alaikumsalam warahmatullah, nah ini dia tamu yang ditunggu-tunggu, masuk-masuk..keluarga pak harun sudah menunggu dari tadi..”
Aku digandeng paklik menuju ke ruang tamu, kemudian diketemukan dengan keluarga si perempuan. Sedangkan umi bersama bulik juga putri-putrinya menuju keruang tengah untuk bertemu dengan umi dan sang calon menantu. Di ruang tamu kami berbincang sebisanya, mukaku kupaksakan untuk tersenyum meskipun tetap saja berat. Dari percakapan sederhana itu ketahu ayahnya memang seorang kyai tersohor dan terlihat tawadhu meskipun bliau adalah seorang pengusaha kerajinan kaligrafi yang sukses. beliau juga teman paklik di pondok dulu. Oleh karena itu paklik mencoba menjodohkanku dengan anaknya agar terjalin hubungan dekat dengan beliau.hatiku semakin gundah.
Aku semakin tidak berani untuk menolak tawaran paklik ini. hanya umi satu-satunya harapanku sekarang, Aku yakin umi mempunyai bashirah yang bagus, dari kecil umi tidak pernah tersentuh maksiat barang sedikitpun. Semoga umi tahu..ya Allah..hatiku semakin kecut dan keringatku pun mulai menetes di sekujur badanku.
Akhirnya detik-detik ketegangan itu telah sampai pada puncaknya. muncullah umi dengan muka sangat gembira dengan menggandeng si perempuan itu bersama uminya..jantungku serasa ingin copot dan paru-paruku seolah tak sanggup menghirup udara di ruangan ini.
“ini loh nak calon menantu umi yang sangat cuantik,..”
Kucoba tenangkan hatiku , pelan-pelan kuangkat pandanganku dengan segala kepasrahan. Akhwat yang ada didepanku ini, apa betul ini rinda seperti yang diceritakan umi??? sejak kapan rinda memakai cadar???. Kulihat umi yang berada disampingnya memegang tangannya dengan penuh rasa bahagia, ya Tuhan ya Rabb, jangan dia, jangan rinda…..keringatku mulai mengucur deras, namun bukan karena bahagia. Kulihat paklik memandangku dengan bangga, aku mencoba untuk tabah. Sembari mencari kesempatan ketika mereka sedang berbincang segera kuambil hapeku dengan perasaan sedikit kecewa karena harapan mendapat kesaksian tentang sifat2 buruk uhti Rinda dari ukhti Shinta tlah sirna, kukirim sms kepada ukhti Nur sebagai akhir dari ikhtiarku selama ini.
‘ Allah tlah memilihkan cintaNya untukku’
Aku sadar bahwa hidup ini adalah ujian, dan aku tidak bisa berkehendak semauku, terkadang untuk menjadi lebih baik tidak harus diuji dengan keindahan. Allahlah yang Maha Berkehendak itu. Aku harus bersabar, dan mungkin dari sini aku menjadi lebih mantab menapaki dunia ini, aku harus qonaah, setidaknya kebahagian umi, paklik dan keluarga kecilku menjadi alasan untuk pengorbananku ini, dan yang terpenting, Ridho Allah azza wa jalla.
‘message sent’
Titt..tiit..degg,.tiba-tiba hp akhwat bercadar disamping tunanganku, calonku ini berbunyi.
Memecah keheningan suasana pertemuan di ruang tamu ini
Kulihat temannya memperlihatkan hapenya ke tunanganku, lalu keduanya menatapku, entah ekspresi apa yang tersembunyi di balik cadar mereka itu…
“iya akhie…dan sekarang Allah menunjukkan cintaNya kepada ana”
Ya Rabb…suara itu, bukan suara ukhti Rinda, aku sangat kenal dengan suara ini, . Lalu dengan pelan dia mulai membuka cadarnya sedangkan umi masih saja tersenyum menggodaku dan mengerlingkan matanya. subhanallah, ukhti Shinta. Itu dia..itu dia..jawaban doa-doaku disetiap malam. hatiku bergemuruh dan tidak terasa air mataku meleleh dengan semua ini. Ternyata akhwat yang didepanku ini adalah ukhti shinta, perempuan yang selama ini membayangi fikiranku, berkali-kali kuucapkan syukur dalam hati, bukan hanya karena calonku ini tidaklah ukhti rinda yang kusangka tadi, melainkan kali ini Allah menunjukkan kebesaranNya dan menepati janjinya selama ini, bahwa orang yang baik akan mendapatkan pasangan yang baik.
Kuusap air mata yang mengalir di pipiku, sudah lama aku tidak menangis seperti ini, kupandang wajah umiku yang merona bahagia, dan senyumku mulai terangkat kembali, dan aku masih terpukau dengan scenario Tuhanku, shinta, akhwat kedokteran UGM yang dulu pernah bertemu di rumah sakit Jogjakarta,dan ternyata akhwat yang di samping itu ukhti Nur. Sejak kapan dia memakai cadar.
sejenak kami dituntun ke ruang tengah berdua, ditemani satu mahram masing-masing untuk bertaaruf, kucoba beranikan diri untuk melihatnya lagi setelah tadi sempat melihatnya sekilas. Wajahnya begitu cantik, putih dan bersih, ditambah dengan dekikan di pipinya, terlihat sangat mempesona. bahkan ternyata lebih cantik daripada ukhti rinda. Kalau mungkin dia tidak memakai cadar dikampus, orang-orang pasti setuju kalau dia tercantik di kampus.
“aa..assalamu’alaikum ukht.kaifa hal ukht“ sapaku memulai taaruf ini, meskipun aku sudah terbiasa menghadapi ratusan hadirin ketika memimpin rapat atau mengisi kajian, untuk kali ini aku seperti tak punya daya.
“wa’alaikumsalam” jawabnya singkat dengan wajah menunduk
“afwan atas kesalah pahaman yang dulu ada, ka..kalau memang antum tidak menerima tunangan ini, insyaAllah ana ikhlas,” aku mencoba berbesar hati, meskipun sebenarnya tak ingin jauh.
“akhie, sudah empat kali ana di lamar oleh ikhwan, dan ana berani menolaknya. Meskipun mereka adalah ikhwan-ikhwan yang hebat, karena ana yakin bukan mereka jodoh seperti jawab dari doaku lewat mimpi yang ana lewati..”
Sejak saat itu ana yakin bahwa antum lah jodoh ana, dan hal itu menjadi nyata ketika pak Soleh, paman antum datang ke rumah ana mengabarkan perihal ini” matanya mulai berkaca-kaca
xxxxxxxxxx
Malam ini sang langit menunjukkan pujangganya pada bumi, kulihat rembulan masih bersenda gurau berselimutkan awan menjaga para bintang kecil yang sedang menari nari di antara rintik air hujan yang terdengar merdu di hatiku ini..di jendela ini pula, awal klise indah dari perjalanan cinta hidupku bermula. Sebuah perjalanan hidup yang membawaku pada makna kehidupan yang sangat berharga.
Tiga bulan setelah khitbah itu akhirnya aku menikah dengan akhwat cantik mengisi mimpi-mimpiku itu, dokter shinta. Setelah lulus menjadi dokter spesialis, aku menyarankan agar buka praktek di rumah, sedangkan aku meneruskan usaha kaligrafi mertuaku..
Tadi pagi aku mendapat kabar baik dari mas Adi, minggu depan dia akan menikah dengan ukhti Riska.alhamdulillah, akhirnya ukhti riska mendapat pasangan orang yang sholeh.
“sayang..ini kopinya…” bisik istriku sambil mengecup pipiku.
“hmm..kopi ma pembuatnya manis mana niih..”candaku
“ihhh…”dicubitnya pinggangku..
“tapi aku lebih suka pembuatnya daripada kopinya” godaku sambil kupandangi wajahnya, entah kenapa selalu terlihat semakin cantik tiap kali kumemandangnya..
“sayang aku punya kejutan untukmu…”lirihnya..
“hmm..apa itu..???”
“tadi siang aku konsultasi ke dokter vina, insyaAllah kita akan punya momongan..”
“subhanallah…” kugendong istriku ku berlari kesana kemari..berputar-putar..ya Allah, nikmat mana yang kudustakan dariMU…..
0 comments:
Post a Comment