Life is not a film, Hidup bukanlah seperti sebuah sandiwara film dimana kita hanya terpaku pada satu adegan, Allah, Sang Sutradara itu terlalu kaya untuk menjadikan jalan kehidupan hambaNya monoton dan statis, tanpa rasa tanpa makna. manusia hidup dalam 3 alur yang berbeda, masa lampau sebagai kenangan penuh pembelajaran, masa sekarang sebagai langkah-langkah pengisi esensi kehidupan, dan masa depan, arah dimana kehidupan layak dan sempurna akan dipertemukan. maka sejatinya kita harus selalu menulis tiap lembar naskah hidup kita dengan penuh kesadaran, bahwa tak selamanya hidup penuh kemanisan, dengan alur yang tak selalu longgar untuk kita lewati, namun percayalah, dimana ada keyakinan dan kemauan, maka disitulah. jalan akan selalu muncul menerobos kegelapan. lalu biarkan memori-memori lama berguguran bagai bunga sakura yang runtuh di pinggir jalan, indah dan semakin mempercantik kehidupan ini, semoga..
malam tadi entah dari mana ujung cerita ini bermula, aku membuka kilas-kilas film buatanku tempo dulu, saat-saat dimana kita membuat sebuah tugas akhir mata kuliah speaking IV yang bentuknya drama-film, saat-saat aku membantu editing film temen yang juga dalam rangka memenuhi tugas kuliah, dan film kemarin yang kubuat dengan teman-teman kos yang meski belum kelar betul ceritanya, namun gambaran entertainment dan sinematografinya sudah mulai keliatan, melihat wajah-wajah itu, ekspresi-ekspresi itu, membentuk suasana-suasana lampau dan menarik kembali ingatan.semua itu membuatku terpana akan satu kata ini, MEMORIES,
ya, sebuah memori kehidupan, saat kita bergulat dengan perputaran waktu di dunia ini, membuat kita terpaksa merelakan kehidupan yang tlah kita lalui waktu demi waktu, dan kita terus berjalan mengisi apa yang kini kita pijak, sampai pada satu titik tertentu, kita menemukan satu keadaan yang menuntun fikiran kita untuk kembali mengingat apa yang tlah kita lalui itu, dengan rasa kerinduan akan saat-saat tersebut, sehingga mampu memunculkan sisa-sisa rasa yang menempel dalam memori kita dalam bentuk kebahagiaan, maupun sesuatu yang tragis. sehingga kita rindu saat-saat tersebut dan terbetik untuk mengulangi saat itu, atau setidaknya memperbaiki keadaan kala itu. dan harapan memang takkan seindah kenangan.
bagiku memori adalah sebuah rasa yang tak pernah berubah meski tlah tercampuri bumbu-bumbu waktu dalam kehidupan, seperti wangi kesturi yang takkan lenyap beterpa angin takdir. dia adalah bayangan diri, yang menuntun sebuah pandang ketika di depan, menguatkan asa ketika ditengah, dan mendorong sebuah pencapaian ketika di belakang. maka nikmatilah belaian lembutnya, rasakan tiap semilir sentuhannya, dan tersenyumlah meski cukup pahit untuk dikenang, karena meski hidup bukan untuk dikenang, setidaknya kenangan adalah bayangan yang tak terpisahkan.
ketika aku melihat halaman rumah, atau jalan depan rumah, ingatanku seolah berlari menembus batas waktu kebelakang, saat-saat kehidupan belum semodern ini di masa kecilku, saat rumahku masih berupa bangunan kuno, dan pagarku hanyalah pagar kayu yang mudah rapuh, dimana setiap sore kakak-kakakku nongkrong disitu dan ngobrol hangat dengan tetangga yang sebaya, jalan desa pun masih aspal keras yang penuh kerikil-kerikil tajam. setiap pagi ibu atau istri kakakku mencuci piring di sumur depan rumah, sedang aku dan anak-anak yang lain berlari-lari mengejar dan menangkapi 'laron', hewan kecil pintar terbang yang munculnya pagi-pagi sekali pada musim hujan. lalu kami berangkat sekolah bareng-bareng. masa paling menarik adalah ketika peringatan 17 agustusan, kemeriahannya seolah-olah kemerdekaan baru dirasakan. di gang penuh dengan lampu kelap-kelip yang tergantung di sebuah batang bambu melengkung, lomba pun diadakan sampai malam. atau ketika kita (anak-anak desa) bermain permainan tradisional di kala libur panjang, atau saat menonton tv di salah satu tetangga yang berada saat malam minggu. semuanya memberikan kesan tersendiri di hidupku, apalagi aku cukup merasakan perkembangan-perubahan dinamika kehidupan dari kuno menuju modern, rasanya ingin kembali ke saat-saat itu. so natural..
ada lagi kenangan waktu kecil, tentang saat-saat dimana keluargaku membeli satu televisi butut yang panelnya masih dengan cara diputar. setiap malam aku dan ke enam kakakku nonton tv bareng di ruang tengah yang keliatan jika dilihat dari luar, kita bercanda-canda dan ngomong kesana kemari, dan itu berulang tiap malam, sampai suatu saat ketika itu aku berniat tidur di rumah bulek yang jaraknya lumayan jauh, dekat kuburan. disana jam setengah sembilan, lampu rumah sudah pada di madamkan, suasananya sunyi banget. aku nangis ingin diantar pulang karena suasananya beda sekali dengan yang di rumah, akhirnya akupun diantar paklek pulang dan gak jadi nginep di rumahnya, sesampainya di rumah, kakak-kakakku masih pada nonton tv dan pada bercanda seperti biasanya. itu momen yang sangat ngangeni banget. waktu itu salah satu ponakanku ada yang terkena flek, sukanya nangis, hampir sekitar jam sembilan malam pasti bangun dan menangis keras, karena kakakku kecapean paginya ngajar di jepara, ibukku lah yang 'momong' dan menidurkannya, digendong kesana kemari sambil nonton tv atau ngobrol di rumah tetangga yang masih begadang nge-slop (membuat bungkus rokok),akupun sering nemenin ibu karena aku rekat/nempelnya sama ibuk, seringkali kami nidurin ponakanku sambil nonton ketoprak atau wayang orang di tv dan kebawa sampai sekarang aku masih suka nonton ludruk/ketoprak/wayang orang, aku masih ingat ketika itu malam-malam aku nemenin ibu nidurin ponakan sambil nonton wayang di rumah tetanggaku yang biasa dipanggil lek kadari (kemarin orangnya meninggal), beliau biasa ngeslop sampai malem, tangannya penuh lem dan aku melihat tembok rumahnya ada tulisan dari pilox bertuliskan 'miwon', nama panggilan salah satu anaknya.
dan memori satu lagi itu ketika aku mencium bau sabun Harmo*i rasa anggur, ingatanku kembali ke masa dimana aku berada di pondokan, karena dulu waktu pertama kesitu aku memakai sabun itu. pondokkan adalah kenangan terkuat yang pernah kurasakan saat itu, dimana kehidupan remajaku terukir disitu, disebuah pondok pesantren di tengah sawah dan jauh dari kota, penuh liku-liku dan suka duka. bagaimana tidak, kehidupanku yang sebelumnya terisi dengan keluarga yang rame ceria, selalu berkumpul bersama, lalu aku meninggalkannya dan tinggal di pondok kecil dengan belasan santri lain, ketika pertama kali disana aku hampir seminggu tidak ganti pakaian karena belum terbiasa, harus melekin mata menghafal kitab-kitab, hafalan al qur'an, dan ngomong pake bahasa arab. belum lagi beberapa ustad killer yang menghantui hari-hari kami. makan makanan pondok yang setengah mateng. ngantri mandi, kena penyakit kulit massal, sampai di hukum bareng-bareng karena melanggar peraturan,jauh dari yang namanya cewek, yang akhirnya membuat suasana kekerabatan di pondok, mungkin karena merasa seperjuangan. kenangan terkuat justru ketika aku kelas 12 saat itu, dimana kita (teman satu kelas) sudah mulai berani melanggar peraturan, ketika tiap malam kita ngumpulin uang terus kita keluar pondok diem-diem tanpa sepengetahuan qismu amni (seksi keamanan) meski harus lompat jendela kelas dan menerjang rumpu2 liat cuma buat beli mie ayam di pak bejo, pergi ke warung mbah jahe, atau cuma beli kacang kopos di warung deket pondok, trus kita makan bareng-bareng di depan kelas waktu belajar bersama.
atau saat malem-malem ketika giliran jaga malam, kita ambil teleskop di kantor, lalu kita gantian meneropong bintang ditengah lapangan saat purnama. suasana tengah malam yang berubah ramai oleh santri-santri yang biasa begadang malam meski tidak dapat jatah ronda. ada yang meneropong langit, ada yang bermain bola (waktu itu terang bulan), ada yang ambil tikar terus tidur berjejeran di pinggir lapangan sambil dengerin radio (tanpa sepengetahuan para ustad). kalau sudah begitu biasanya pada telat bangun shalat subuh, akhirnya digebyur air atau lari lapangan pagi harinya. cerita lucu lainnya adalah setiap selesai shalat subuh kita tidak langsung kembali ke asrama namun kita baca ma'tsurat (gak pake buku, alias hafalan) bersama di masjid dengan posisi sama ketika shalat subuh tadi, di awal bacaan bacaannya keras, namun lama-lama suaranya melirih karena pada ngantuk, kalau ustad yang jadi imam tahu, sang ustad ngerasin suaranya lalu para santri ikut keras lagi bacaannya, sesaat kemudian kembali lirih lagi karena pada tidur. lucu lagi kalo imam nya ustad 'im, beliau lumayan humoris, kalau tahu ada salah satu santri yang tidur saat baca ma'tsurat, para santri yang lain disuruh menepi ke pinggiran masjid semuanya, jadinya saat yang tidur ini bangun, dia malu karena ketahuan tidur sendiri di tengah shaf pula. atau ada lagi yang ketika lagi asyik baca ma'tsurat tiba-tiba ada yang datang dari asrama dengan baju setengah basah, itu artinya dia telat bangun dan di gebyur air sama salah seorang qismu.
cerita yang paling menarik yang membuat kita terpingkal-pingkal kalo mengintat kejadian itu adalah di pondok kita mempunyai seorang mudir (ketua pembina pondok) yang paling di takuti, suaranya yang serak-serak itu dihafal sama para santri, beliau mempunyai mess paling besar agak jauh dari asrama, saking takutnya para santri terhadap beliau, kalau fajar tiba, dengan hanya mendengar suara batuknya dari mess beliau,spontan para santri langsung pada bangun dan bertebaran kemana-mana, setelah itu mereka pada ngintip dari jendela asrama, mengawasi apakah ustad ini kembali lagi kedalam messnya, atau pergi ke asrama buat ngebangunin para santri, kalau kembali masuk ke dalam mess, para santri pada tidur lagi, tapi kalau terlihat berjalan menuju asrama, para santri sontak pada pergi ambil peralatan mandi. lucunya adalah ketika ada beberapa santri yang masih tertidur, kemudian ustad tadi menggedor pintu kamar asrama, para santri yang tidur tadi spontan bangun dan pura-pura ke lemari merapikan baju dengan mata yang masih ngantuk dan belekan, atau ada yang pura-pura ngelap muka pake handuk, padahal belum ke kamar mandi. yang lucu lagi ada yang sepakat bikin sebuah celah kecil di belakang kamar, dengan agak memajukan lemari agar tetap bisa tidur nyenyak tanpa ketahuan ustad meski dengan tumpukan pakaian kotor dan handuk yang menggantung.
begitulah sedikit memori kenangan yang kucoba urai kembali meski dengan ingatan yang sudah hampir terburai oleh usia. sebenarnya masih banyak kenangan yang ingin kutulis, namun waktu memaksaku mengakhiri tulisan ini karena ada aktifitas lain, kenangan ada bukan untuk kita lupakan, jadikan kenangan sebagai sebuah kembang memori yang patut kita banggakan dan bagikan ke orang lain, barangkali dengan itu mereka mendapatkan sebuah pembelajaran,dan karena kenangan sendiri itulah yang menjadi bukti bahwa kita ada.
0 comments:
Post a Comment