
Berikut ini tips (menurut saya) saat menghadapi anak yang tiba-tiba mengutarakan niatnya untuk menikah saat masih kuliah:
- Ketika anak menyinggung-nyinggung pembahasan nikah (karena malu)Bersikaplah surprise, jangan cuek, jangan memberikan kesan meremehkan
- Berikan satu gambaran sebagai tempatnya bercermin ke kita sebagai ayahnya, untuk memberikan dia kesan bahwa ada respon positif dari kita, sehingga dia lebih berani mengutarakan niatnya.
- Ajak dia bicara ke arah yang lebih serius
- Ketika anak benar-benar mengutarakan keinginannya untuk menikah, berikan dia gambaran gimana nanti menikah atau kalau dirasa anak memang belum siap untuk menikah (Cuma pengen=pengenan), motivasi dia biar segera menuntaskan studinya.
"wiih,,,,
liat nih mi, anak ayah lagi jatuh cinta ma seorang putri kayaknya..sapa dia
nak, anak mana, pasti cantik"
"ayah
dulu juga seperti kamu, pengen banget nikah waktu kuliah, bisa dibayangkan
gimana senengnya ngontrak rumah berdua, berangkay kuliah bareng, belajar
bareng, tapi sayangnya orang tua dan keluarga ayah gak sepaham, karena mereka
fikir menikah saat kuliah hanya akan memperlambat kelulusan, padahal itu semua
kan tergantung orangnya, terus mereka bilang bakal mo kasih makan apa istrimu
nanti, padahal menurut ayah, kalo kita yakin sama Allah dan berusaha, semua
pasti ada jalan, dan perjuangan mencari rizki untuk istri itu nikmat2nya
perjuangan, meskipun hasilnya gak seberapa, tapi itu gak mengurangi kemanisan
berumah tangga, apalagi seumuran kamu itu, akhirnya ayah bisa sabar, target
ayah buat nikah molor, akhirnya menikah sama mami kamu di umur yang bisa
dibilang terlambat."
"bener
udah siap buat menikah, nak? Bukannya ayah gak mengijinkan kamu menikah saat
masih kuliah begini, tapi menikah muda juga punya konsekuensi yang lebih berat
daripada menikah saat kamu mapan, ayah bukan ingin menakuti kamu, tapi ayah
ingin tahu seberapa siap kamu untuk menikah muda. Ayah gak papa kamu menikah
muda, dan ayah gak peduli bagaimana respon orang-orang ke kita nantinya. Karna
ayah lebih percaya sama kamu dari pada mereka, maka itu jangan sia-siakan
kepercayaan ayah."
(kalo
dirasa dia emang sudah siap untuk menikah)
"kalo
kamu emang menikah, ayah akan bantu semua kebutuhan kamu, asal kamu harus
punya penghasilan sendiri,meskipun tidak seberapa, tapi itu bentuk tanggung
jawab kamu sebagai seorang suami, dan aneh kalo melamar seorang wanita tapi
belum punya pekerjaan. Ayah gak setuju bahwa kehidupan setelah menikah, anak
harus hidup mandiri sepenuhnya, itu hanya akan membuat orang takut untuk
menikah, dan ayah akan tetap bantu finansial kamu tapi kamu juga harus cari
duit sendiri, jangan mengandlakan ayah,
(kalau
dirasa dia memang belum siap untuk menikah)
"bagaimanapun
itu nak,sebaiknya kamu selesaikan studi kamu,ayo cepat selesaikan studi kamu,
nanti ayah siapkan segala kebutuhan nikah kamu, jadi ntar kamu wisuda,
langsung kita melamar gadis pujaan hatimu itu, jadi kamu gak harus terbebani
urusan studi, jadi kehidupan rumah tanggamu nanti makin mantab dan tertata. 3
tahun itu cepet kok.nah selama kuliah kan kamu bisa menambah ilmu tentang
pernikahan, ikut seminar-seminar pra-nikah yang biasanya diadakan di
kampus-kampus, barangkali selama kamu kuliah, kamu mendapatkan pujaan hati
kamu disana."
- 'mau kamu kasih makan apa istrimu nanti..??selesaikan kuliahmu dulu, terus kerja, baru bahas nikah..!!!'
- 'wah anak kita udah dewasa nih mi, udah mau nikah, anak mana yang jadi pujaan hati nih?? Cantik gak,,,makanya ayo diselesaikan kuliahnya, ntar kalo wisuda kita lamar gadis itu, kalo takut ntar diambil orang, kita ke rumahnya aja untuk membahas masalah ini, ntar nikahnya kalo setelah wisuda, enak kan, makanya ndang diselesaikan kuliahnya,nak, biar pujaan hatimu gak lama menunggu'
Ketika seorang anak berulang kali
membicarakan masalah pernikahan, bisa dipastikan dia sedang ada keinginan
untuk menikah, ada yang benar-benar serius pengen nikah, ada juga yang hanya
pengen-pengenan karena melihat teman-teman mereka pada nikah tapi dia belum
begitu paham banyak tentang pernikahan. Sebaiknya apapun respon kita,
mengijinkan atau menolak, bahasakan itu dengab respon yang baik, agar anak
tidak merasa diremehkan atau malah ditentang. Sebaiknya setiap pembicaraan
kita mensingkronkan fikiran agar tidak terjadi misscom atau missunderstand,
kebanyakan dari orang tua memaksakan anak untuk memahami jalan fikirannya, dan
hal tersebut tidak akan berefek baik karena berfikiran orang tua terlalu egois
dan tidak mau memahami anaknya, sehingga seringkali berujung konlik.
Bicarakan
semua secara baik-baik dan sebagai yang
lebih tua kita harus bijaksana dengan berbicara lewat bahasa dan jalan fikiran
mereka, dengan begitu mereka merasa tetap dirangkul dan disupport meskipun
hasilnya tidak seperti apa yang diharapkan, bandingkan repon orang tua yang
menolak mentah2 keinginan anaknya yang ingin menikah tapi belum selesai
studinya, dengan respon yang cukup dimengerti sang anak:
Dengan :
Mungkin
kalimat pertama (A) tersebut terlihat umum dan cukup bijaksana bagi para orang
tua yang melihat, namun bagi anak itu adalah bentuk ketidak perhatian orang
tua pada dirinya, serta merta menolak dan tidak memberi ijin tanpa mendengar
penjelasan anak terlebih dahulu, hal tersebut bukannya memberikan efek negatif
kepada anak, malah menjadikan anak semakin kacau, karena dia mendapatkan
penjelasan yang gak logis dari penolakan tersebut (versi pemikiran anak), yang
kedua, mereka merasa tidak mendapatkan perhatian. Bahayanya adalah ketika anak
mulai mencari jalan keluar sendiri karena tidak ada support dari orang tua,
seperti, kawin lari, hamil duluan biar di ijinin, atau mengacaukan kuliahnya
sebagai tindakan responsif atas sikap orang tua tersebut, naudzubillah,
sebagai orang tua kita tidak boleh kaku, mungkin kita merasa itu pilihan tepat
atau benar, tapi kita harus memahami, tentang bagaimana anak berfikir (yang
tentunya gak sematang orang dewasa), sebenarnya mereka lebih butuh tuntunan,bimbingan dan support dari
perijinan itu sendiri, maksudnya pun ketika kita memberi ijin, dia juga mulai
berfikir ke depan dan tidak gegabah membuat keputusan, dia akan berusaha
mempersiapkan segalanya lebih cepat, dia hanya ingin mengetahui seberapa jauh
sang ayah mensupport setiap tindakannya.
Menikah
memang tidaklah mudah, banyak sekali konsekuensi yang harus ditanggung ketika
menikah,belum lagi problem-problem rumah tangga yang muncul dan tak pernah dia
dapati sebelumnya, apalagi yang menikah dini, namun kita juga harus ingat
bahwa menikahkan anak itu tidak sama dengan membelikan anak motor bagus, ini
bukan tentang memanjakan anak atau yang semisal dengan itu, karena menikah
adalah bagian dari tuntunan agama, dan anak yang meminta untuk dinikahkan
tidak sama dengan anak yang minta dibelikan motor baru, dia pastinya telah
merasakan pemikiran yang dalam karena ini bukan tentang kesenangan, namun
menjalani kehidupan baru yang sarat akan tanggung jawab.
Sebagai
orang tua, kita tidak boleh sok naif, menafikan urusan seksual dengan
menabukannya dalam keluarga. Setiap anak mengalami proses kematangan seksual
yang berbeda-beda, ada yang sedari kecil sudh mengenal seksual, ada yang
normal, bahkan ada yang tidak begitu terpikat urusan seperti itu, nah, dewasa
ini dimana virus-virus seksual masuk dengan cepat ke otak anak melalui
tayangan-tayangan di tv dan film2, bacaan-bacaan yang begitu bebas beredar,
juga pergaulan yang semakin mengarah ke kebinatangan. Jangan salahkan anak
ketika dia mengalami proses kematangan seksual secara cepat, karena itu hal
yang wajar. Tugas kita adalah mengarahkan semua potensi itu agar tersalurkan
ke tempat yang semestinya. Atau kita merelakan dia terjerumus ke pergaulan
bebas yang sudah mewabah di kampus-kampus juga masyarakat, jangan nafikan itu.
Anak yang meminta dinikahkan karena dia merasa tlah matang dan takut
terjerumus ke pergaulan bebas, harusnya kita bangga karena dia masih punya
keinginan untuk menjaga kehormatannya, jangan malah mengolok-oloknya karena
kematangannya tersebut.
Seorang anak yang telah mencapai kematangan
seksual dan dia tidak segera menikah sebagai tempat penyalurannya, itu akan
berdampak buruk bagi biologis serta psikisnya, semua potensi yang dimilikinya
akan luntur, akalnya tumpul karena setiap waktu dia hanya memikirkan seks. Akhirnya dia menjadi
seorang pesimis dan depresif, kalut menghadapi masa depan dan gairah hidup
sirna dari wajahnya. Dia akan hancur dunia akhirat..!!!!
Jika kita takut akan kondisi finansialnya
setelah dia menikah nanti, kenapa kita gak serahin saja urusan itu sama Allah,
biar Allah yang mengaturnya, kita menuntun caranya. Allah yang menciptakan dia
melalui perantara kita, so, gak mungkin Allah membiarkannya begitu saja,
apalagi jika dia seorang yang saleh dan begitu yakin akan Tuhannya.
Kita
paham, bahwa setiap orang tua pasti ingin memberikan yang terbaik buat anaknya
serta berharap anaknya mencapai taraf kehidupan yang lebih baik darinya.
Tentunya karena para orang tua lebih dulu merasakan manis pahit perjuangan
kehidupan. Sehingga merasa setiap keputusan yang diberikan kepada anaknya
adalah benar-benar terbaik, tidak ada orang tua yang berharap buruk bagi
anaknya. Namun sebaiknya kita juga perlu memahami bahwa anak juga memiliki
kehidupan mereka sendiri, mengalami proses pembelajaran hidup sendiri,
perkembangan sendiri, dengan segala perubahan kehidupan yang berjalan
mengirinya di setiap langkah, anak bukanlah semena-mena milik kita, namun dia
adalah titipan yang harus kita tuntun ke arah yang benar, jadi tidak harus
kita dikte kemana dia harus melangkah, namun kita hanya bertugas mengiringi
agar dia tetap berada di jalan yang benar, adapun masalah keduniawiaan mereka,
biarkan mereka yang memilih dunianya, kita memberikan pilihan dan penjelasan,
nasihat juga peringatan. Biar mereka yang menentukan.
Dan sang
anak pasti lebih memahami kehidupannya sendiri dibandingkan orang lain,
tentang apa yang terbaik buat dia nantinya, apa yang harus dilakukan untuk
tetap eksis di kehidupan ini, untuk memaksimalkan potensi juga kesempatan
hidup di dunia ini. Pengekangan, tuntutan, itu seperti rantai yang menghambat
perkembangan kita, dan itu tidak memberikan kesan baik untuk kita sebagai
orang tua, mereka malah menganggap kita kolot.
So, dia
tahu apa yang terbaik buat dirinya sendiri, adapun tentang perbedaan antara
orang tua dengan anak apapun itu, sebaiknya dibicarakan dengan satu jalan
fikiran, tujuannya agar dicapai satu pemahaman dan tidak terjadi salah
pengertian yang memicu konflik tak berguna.
Pernikahan
adalah hal yang mulia, menikah membuat seseorang mengalami kehidupan baru
dengan adanya pelengkap di kehidupannya, tidak melulu tentang sex, tapi juga
tidak bisa menafikan itu. Bagaimanapun, sesuatu yang besar nan mulia itu tidak
bisa dicapai dengan mudahnya, akan selalu ada rintangan, perihal kecukupan
finansial, omongan orang=orang sekitar, penolakan ijin orang tua. Juga
permasalahn lainya yang membuat kita maju mundur untuk menikah, tapi ingatlah,
Allah berfirman belum sempurna iman seseorang ketika dia meninggal sedang dia
belum menikah, belum sempurna ibadah seseorang jika dia belum menikah.orang
yang belum menikah akan mengalami banyak godaan dan fitnah yang sebegitu
menghancurkan dunia juga akhiratnya. So, siapa diantara makhluk Allah yang
paling membencii pernikahan manusia, SYETAN.ya, dia akan berusaha mengganggu
manusia dari luar dan dalam agar dia terhalang untuk menikah. Jadi teruslah
berjuang untuk menikah dan jadikan itu sebagai perjuangan dalam beribadah
kepadaNya.
0 comments:
Post a Comment