Kita
semua tentunya paham, bahwa manusia diciptakan di dunia secara
berpasang-pasangan. Bagi wanita telah berumur, mereka mengerti bahwa sejatinya
mereka ini adalah bagian dari tulang rusuk seorang lelaki tertentu yang kelak
dipertemukannya menjadi seorang suami baginya, begitupun pria. Namun sebelum
pernikahan itu terjadi, perihal jodoh, pasangan hidup, itu semua masih bersifat
abstrak, alias secara subyektif kita tidak diberitahukan siapa jodoh kita
nantinya. Oleh karena itu diperintahkanlah kita untuk senantiasa berikhtiar
dengan tidak melepas tawakal kepada Allah untuk mencari pasangan hidup kita
itu, dengan satu pegangan kuat bahwa orang baik akan mendapatkan pasangan yang
baik pula, begitu juga sebaliknya. Oleh karena kita mendapatkan satu gambaran
yang lebih konkret dari sebelumnya bahwa pasangan hidup kita nantinya ternyata
adalah suatu refleksi dari keadaan kita. So, sebaiknya kita berusaha menjadi
sosok idaman yang sempurna untuk mendapatkan pasangan yang sempurna.
Kita
sepakat bahwa jodoh, mati, dan rizki adalah salah satu kepastian dari Allah
yang bersifat abstrak, dengan kata lain kita harus menjalani untuk membuka
tabir itu sendiri. Sayangnya, tidak semua dari kita mempunyai pemahaman yang
baik akan ajaran agama yang dituntunkan oleh Rasulullah kepada kita lewat
sunnahnya. Sehingga kebanyakan dari kita mempunyai kecenderungan untuk
menjemput takdir-takdir tersebut dengan logika kita sendiri, merobek batas
bingkai yang sudah diatur oleh Allah. So, banyak dari kita yang berfikir bahwa
cara yang tepat untuk mendapatkan pasangan yang tepat yaitu dengan pacaran
sebagai sarana pengenalan diri kepada calon pasangannya juga mengetahui segala
hal darinya sebelum memutuskan apakah calon tersebut pantas untuk kita jadikan
pasangan seumur hidup. Cukup logis memang, namun melihat kenyataan yang ada,
ternyata pacaran tidak menghasilkan sesuatu yang lebih positif selain hanya
mendapatkan kebahagiaan sesaat. itu Kesalahan fatal yang sering remaja lakukan dalam merespon hasrat emosi tentang cinta yang tiba-tiba muncul saat berkenalan dengan lawan jenisnya, sehingga pacaran hanya dijadikan sandaran perasaan semata.
Kenyataannya, pacaran hanya jadi sarana pelampiasan kelabilan emosional masa
pubertas (perasaan cinta dan kasih sayang), bahkan dewasa ini sudah mengarah ke
pergaulan bebas alias free sex. pacaran ternyata tidak menghasilkan progres yang signifikan untuk
dijadikan alasan sebagai sarana pengenalan, nyatanya kebanyakan bersifat take or leave dibanding mempertahankan
hubungan, gampang sekali memunculkan konflik dan seringkali berganti pacaran,
secara psikologis, itu tidak baik untuk kestabilan emosi dan seringnya
gonta-ganti pacar ternyata membuat kepekaan hati memudar. Karena setiap dia menjalin
hubungan, pasti akan ada jejak perasan yang masih menempel meskipun dia tlah
putus dan berganti pasangan dengan yang lain.
beberapa dari mereka berhasil memenangkan fikiran logisnya diatas perasaan, mereka menunda pacaran, atau memutuskan untuk tidak masuk ke dalam
gelombang asmara sesaat dengan berbagai alasan yang menurut mereka lebih pantas
untuk diperjuangkan. Semisal, pendidikan, karir, ataupun alasan agama,demi
menjaga kehormatan mereka. Mereka-mereka ini tentunya dalam pandangan orang
lain, memiliki daya pikat yang luar biasa. Orang-orang yang menjaga diri mereka
ternyata dinilai lebih baik dari mereka yang cenderung mencari kesenangan atau
kepuasan batin sesaat. Lihat saja orang yang memiliki prestasi bagus dan tidak
pacaran, tentu banyak sekali yang ngelirik ke dia, analogi sederhana, jajanan/ snack
yang terbungkus rapi tentunya lebih diincar oleh konsumen daripada yang tlah
rusak bungkusnya.
Nah
setelah kita membahas tentang yang pacaran dengan yang tidak, kita akan
berbicara lebih kedepan. Saat kita
mencapai titik kematangan usia produktif, usia pernikahan, dimana kita
dihadapkan dengan masalah yang lebih serius daripada sekedar coba-coba atau
penjajagan, ya, memilih kriteria calon pasangan untuk nanti bersanding dengan
kita seumur hidup tentu bukan masalah sepele. Salah pilih itu akan berakibat
fatal, dari kekecewaan hingga kesedihan, dari kegersangan hubungan sampai
kekerasan dalam rumah tangga, cukuplah pengalaman orang lain yang sering
ditampilkan di tv2 membuat kita sadar tentang pentingnya memilih pasang hidup
dengan cermat.
Lagi-lagi
sayang, banyak sekali dari kita yang masih belum yakin bahwa ajaran agama adalah satu nilai kebenaran yang bersifat mutlak, pasti. Kita cenderung memahami
segala sesuatu berdasarkan logika, that’s fine enough, sayangnya, tidak ada
yang menyadari bahwa mereka meragukan ajaran Islam yang mereka anut sendiri. kebanyakan karena mereka belum kenal betul agama itu sendiri, atau ada yang belum mereka
ketahui sehingga mereka berfikir itu terlihat sangat radikal, kejam, kuno, dan tidak sinkron
dengan kondisi sekarang.yang menjadikan mereka tidak mengambil islam sebagai
way of life, atau mereka mengambil namun setengah-setengah.hingga akhirnya
ketika mereka menemukan kebuntuan memahami masalah kehidupan, mereka collapse
dan bingung harus bagaimana. Malah cenderung menyalahkan Tuhan, padahal mereka
sendiri yang tidak taat pada ajaranNya. Bagaimana mereka menyalahkan Tuhan?
That sounds so crazy, doesn’t that?
Begitu
pula dengan satu masalah yang sedang saya bahas ini, masalah kriteria jodoh.
Saya tertawa ketika mendapati jawaban lucu saat bertanya tentang kriteria jodoh kepada salah satu makhluk
Tuhan paling rewel yang dinamakan wanita itu.banyak sekali respon mereka, jelasnya, rating paling tinggi adalah
'baik', dan 'romantis'. Sedang untuk wanita yang fikirannya sedikit lebih jauh,
mereka memilih kata 'mapan' sebagai kriteria utama calon jodohnya. Sedangkan
jawaban dari orang tua cenderung umum namun cukup mendewasa. 'punya
penghasilan' dan 'sayang pada anaknya'. Alasan tersebut tidak termasuk para
wanita/orang tua yang mempunya rasa stereotip tinggi, seperti di lingkungan
perkotaan yang mempunyai tingkat ekonomi tinggi,bersuami pejabat, berkehidupan
yang lebih dari makmur, meskipun hasil
korupsi, mereka akan menjawab dengan tiga hal saja, Bebet-Bibit-dan Bobot. Fine, yang terakhir ini
gak usah kita bahas.
Sebenarnya
tidaklah salah dengan kriteria-kriteria yang mereka utarakan tersebut, namun
sayangnya, kebanyakan dari mereka melupakan satu kriteria, yaitu sholeh.
Meskipun ada juga yang bilang begitu, namun saya yakin jawaban itu keluar hanya
di bibir saja. Mungkin maksud mereka sholeh itu baik, tapi jangan sholeh-sholeh
amat. Karna mereka tahu konsekuensi punya suami sholeh itu cukup berat buat
mereka, disuruh berjilbab, terbatasi pergaulannya. Jadi ibu rumah tangga. Dan
sebagainya-dan sebagainya. Maka jawaban yang paling tepat melihat pernyataan
seperti itu, adalah 'orang baik akan mendapatkan yang baik, yang buruk akan
berpasangan seperti itu pula, cukup logis bukan?
Sholeh,
apakah orang sholeh itu tidak ada yang ganteng, kegantengan itu bersifat
sementara atau nilai plus tapi tidak cukup berpengaruh jika tidak didukung kegantengan lainnya. Pun dia tidak cukup
ganteng, tapi perhatian mereka, keshalehan mereka, itu membuat ketertarikan
sendiri darinya.
Sholeh,
apakah orang sholeh itu tidak mapan? Bisa jadi, namun pastinya orang sholeh
akan berusaha mencari nafkah halal untuk
keluarganya. Berusaha mencukupi kebutuhan mereka sekuat mereka. Saat sang suami
tak punya uang, dia menenangkan hati istrinya dengan kata-kata bijaksanya. Dan
saat sang suami punya duit banyak, itu tidak menggoyahkan hatinya untuk
membelanjakannya di tempat yang tidak semestinya, vulgarnya, tidak untuk main
serong dengan wanita lain.
Sholeh,
apakah suami sholeh itu tidak romantis? Bagaimana mungkin, sedang sebelum
menikah dia berusaha menjaga hati dan perasaan mereka untuk istrinya nanti yang
bahkan dia belum menemukan siapa dia.dia tidak bercampur baur dengan yang bukan
mahramnya, dia tidak main sentuh wanita lain.bahkan sekedar berdekat-dekatan
atau TTM. Apa itu bukan suatu awalan yang romantis? Sepanjang pengamatan yang
saya lakukan orang-orang sholeh itu adalah orang yang paling romantis kepada
istrinya. Satu, karna hatinya terjaga, istrinya itu adalah cinta pertamanya,
dua,……….
Jangan
meremehkan orang sholeh, sejelek-jeleknya orang sholeh dia takkan menyakiti
hati bahkan main tangan terhadap istrinya. Karena hati dan fikiran orang sholeh
selalu terkait langsung dengan Allah, jadi tindakan jelek sedikit apapun itu,
dia takut Allah melihat dan membalasnya. Apalagi yang diharapkan dari seorang
istri selain keshalehannya? Tidak jengahkah kita melihat penderitaan para istri
yang selalu dianiaya suami, diterlantarkan suami, yang dulunya tidak
menghiraukan keshalehan suaminya, kenapa cinta selalu menjadi alasan.bahkan
rela menderita karnanya. Ingat, semuanya bisa berubah kecuali keshalihan.
Jangan dikira yang ganteng tidak tergoda hatinya, jangan anggap kekayaan
sanggup membeli kebahagiaan. Ingatlah, yang shaleh lebih menjanjikan…!!!!!
Terkadang wanita
juga aneh, kalau di facebook sok-sok mengshared postingan grup tentang kriteria
calon suami sholehah yang diinginkannya. Namun berjilbab saja ogah, sukanya
keluyuran ma temen-temennya, pergaulannya gak di jaga, jangankan bangun buat
shalat malam, shalat subuh aja di jamak di waktu dhuha. Diingetin malah
tersinggung. Lalu gimana pria shaleh mau sama wanita kayak gitu, heuh...
Begitu dengan
kriteria calon istri yang baik, kalau kebanyakan para wanita cenderung melihat
materi sebagai pesona utama calon suaminya, para lelaki cenderung
melihat tampilan fisik seperti postur
tubuh dan paras wajah. Para lelaki sering sekali dibuat mabuk oleh para
gadis-gadis abg yang meski cantik namun gak begitu jelas kepribadiannya, yang sekarang biasa
disebut cewek cabe-cabean. Tertarik itu
hal biasa, terpesona pun masih wajar karena kita lelaki juga dikaruniai
insting. Namun mengambil satu kriteria cantik saja untuk menjadikannya seorang
istri, itu hal yang tak masuk akal, tapi orang-orang sekarang beda, lebih
modern pemikirannya, namun tetap sama saja dengan sebelumnya, mereka tidak
melihat satu sisi saja, misal cantiknya saja, namun para lelaki (wanita juga
begitu) berusaha mencari sosok sempurna, mereka mengambil banyak sisi, namun
membuang satu sisi yang justru paling krusial, yaitu kesolehan. Anda pasti
setuju dengan hal ini. Dan agaknya kita, para lelaki juga harus berfikir matang
dulu sebelum memilih, jangan sok suka asal tubruk aja, santai bro. diluar sana
juga banyak para lelaki bahkan para suami yang dikecewain istrinya karena dia
mendapati istrinya tidak seperti yang dia harapkan, lha difikirkan saja tidak,
bagaimana diharapkan, harusnya kalau mengharapkan keluarga langgeng, kita juga
jangan asal main iya aja sama wanita cantik. Karena kecantikan bukan modal
kebahagiaan utama, kecuali emang lu suka pamer atau merasa hidup lu hanya di
ranjang aja.
Boleh aja kita
pengen punya istri cantik, semua lelaki juga berharap punya istri bak bidadari,
begitupun aku, namun juga kita harus paham di dunia butuh keseimbangan, tiap
orang punya kelebihan juga kekurangan, nah, dalam hal ini kita harus
benar-benar mempertimbangkan kelebihan-kekurangan yang gimana yang paling pas
buat kita jadikan pasangan hidup. Keshalihahan, ternyata itu kunci keseimbangan
pribadi bro. keshalihan menyempurnakan kepribadian, tak banyak wanita biasa
yang berkepribadian baik . Begitu pula tak banyak wanita shalihah, namun dia
pasti ada, tinggal bagaimana kita mencarinya disemak-semak hidup ini.
Ada beberapa hal
perlu kita renungi
Mungkin kita lebih
terpesona dengan kecantikan seseorang daripada kepada para wanita yang
berjilbab gedhe begitu, namun pernahkah kita membayangkan punya istri yang
cantik namun kerjaannya tiap hari minta duit buat shopping, perawatan wajah,
malas-malasan di rumah dengan alasan menjaga diri buat suami, kita kan ngerti
bahwa untuk membahadiakan kita gak perlu gitu-gitu amat.
Pernahkah kita
membayangkan saat lebih memilih wanita yang up date daripada yang lebih suka
bepergian ke pengajian. Ketika menikah nanti mereka tidak benar-benar
menganggap keberadaan kita, lebih konsen pada BBM atau sosial media, chattingan
gak penting sama orang-orang yang gak penting juga, bahkan ma lelaki lain. Kita
gak digubrisnya, kalau diingetin malah dibilang gak mengerti perasaan wanita.
Saat diberitahu bagaimana melayani suami yang baik malah minta diambilkan
pembantu, ini yang dinikahi tu sang istri atau pembantunya toh..
Pernahkah kita
memikirkan saat kita lebih memilih wanita yang karir, cerdas, berintelektual
tinggi, mengagung-agungkan persamaan gender, daripada wanita yang lebih suka di
rumah merawat anak-anak meski berpendidikan tinggi. Ketika kalian menikah nanti
kalau membimbingnya dia serta merta meninggikan ucapannya, disaat kita mengingatkannya dia malah menantang dengan
segala argumennya, disaat kita ingatkan agar melakukan tugasnya sebagai seorang
istri juga ibu, dia malah marah mengatasnamakan persamaan derajat.
Bukan berarti wanita
shalehah itu jelek, bodoh, dan tidak up to date, tapi mereka paham bagaimana
menempatkan itu semua pada porsinya, dan ukurannya tidak main-main, yaitu dari
ajaran agama, sesuatu yang berhubungan langsung antara dia dengan Tuhannya, bukan
karena takut suami, atau takut mertua. Wanita shalehah cantik, banyak. Yang
pintar juga banyak, apalagi yang kaya. Namun kebanyakan kita, para lelaki
berfikir mempunyai istri yang terlalu shalehah itu seperti jaring yang
menghambatnya melakukan sesuatu seperti yang lainnya. Merasa ikut aneh saat
yang lainnya menganggap istrinya yang berjilbab besar dan bercadar itu aneh.
Merasa malu punya istri yang gak mau diajak bersalaman dengan lelaki yang bukan
mahram, padahal cuman salaman. Merasa punya istri yang kerjaannya membaca buku
dan alqur'an di rumah itu tidak bisa diajak bersenang-senang, diajak keluarpun
susah karena terhalang jilbabnya yang besar yang selalu menjadi pusat perhatian
orang-orang. Selalu ada fikiran seperti itu ketika kita, para lelaki diberi
option seorang wanita shalehah, percayalah, keraguan itu dari syetan…!!!
Kita terlalu banyak
berspekulasi aneh-aneh diluar area kita, keraguan jelas ada karena kita belum
pernah menjalani sebelumnya, dan kita terlalu naif untuk cepat mengambil
kesimpulan dari sesuatu yang baru sedikit kita ketahui, itu salah fatal. Karena
kita tidak benar-benar memahami mereka (para wanita shalehah) secara sempurna.
Kita melihat sekilas saja. Dan kita tidak benar-benar mau mendalaminya.
Bagaimana tidak, lha kita berkumpul dengan teman shaleh saja susah, diajak
ngaji ogah. Bagaimana kita bisa tahu. Padahal kalau kita tahu tentang sisi lain
dari para wanita shalehah itu. Pasti tak ada komentar lain selain kamu
menilainya sebagai bidadari dunia.
Wanita shalehah,
jangan tanya seberapa setianya dia, sebelum menikah saja dia menjaga diri
sedemikian ketatnya untuk kita. Jangan tanya seberapa perhatiannya dia kepada
kita, kalau setiap hari dia berusaha memperbaiki hubungannya dengan Tuhannya,
jangan tanya seberapa patuh nya dia kepada kita, kalau kepada Tuhannya saja dia
rela dikucilkan orang-orang demi ketaatannya pada ajaran agamanya. Sisi
romantis? Itu semua akan terlihat romantis jika kita merasakannya dengan cinta,
apalagi yang diridhoi Allah, berkah mas bor, situ bahagia, pahala juga kena.
Apalagi yang menjadi keraguan atas mereka...???
Kalau sudah begini
biasanya masalahnya Cuma satu, yaitu sebuah pertanyaan utama, apakah
bidadari-bidadari syurga itu mau dengan kita, laki-laki biasa yang hanya
berharap bisa mendapatkan sosok istri seperti itu. Nah, mari kita berkaca
berjamaah. Kita berusaha memperbaiki diri. Setidaknya kita punya niat
sungguh-sungguh untuk memperbaiki diri, gak punya ilmu agama yang memadai,
santai aja, mereka pasti mau membimbing, yang penting kitanya sungguh sungguh.
Nah loh.
Hidup hanya sekali,
dalam kehidupan yang sekali ini tentunya banyak banget kita berhadapan dengan
opsi. Opsi-opsi yang mempunyai pengaruh jangka pendek maupun jangka panjang.
Dari mulai hal yang sepele sampai hal yang prinsip. Itu semua butuh pertimbangan.
Maka sebaik baik pertimbangan adalah atas dasar syariat agama ini. karena hidup ini hanya sekali, dan akan ada hidup lagi setelah ini..
0 comments:
Post a Comment