
hidup ini ujian. Dari kita diperkenalkan
dengan dunia sampai dewasa semakin banyak ujian menggelayuti kita. Mungkin kita
bisa kuat menghadapi terpaan ujian yang semakin meradang menyerang kita, namun
saat kita melihat orang-orang terdekat terkena imbas dari ujian yang kita
hadapi, tubuh seakan melayu, sebagaimana layunya hati melihat penderitaan
mereka atas imbas dari diri kita, seperti seorang mahasiswa yang tak kunjung
lulus dan masih meminta uang spp kepada orang tuanya, sehingga orang tua ikut
terbebani masalah finansial. seperti seorang suami yang mengalami kebangkrutan,
sehingga keuangan keluarga benar-benar memprihatinkan. Ada pula ujian dari
orang lain yang menyebabkan kita terkena imbasnya, begitulah konsekuensi dari
kehidupan bersosial. Ada baiknya kita tidak langsung bersikap responsif, karena nantinya ada kecenderungan
ketidak puasan atas anugrah yang diberikan. So, mari kita refleksikan semua
yang ada pada diri ini dulu, adakah yang kurang dari ketaatan, adakah yang
salah dari kita. Sehingga kita akan menerima itu ujian dengan lapang dada, dan
menyelesaikan tiap permasalahan dengan kepala dingin. Agar semua bisa teratasi
dengan baik, juga semakin meningkatkan kualitas diri kita kepada Allah, dengan
meningkatnya kesyukuran dan kesabaran. Itu membuat jalan hidup kita serasa
melebar, dan kedepannya berjalan dikehidupan ini dengan mudah. Bukan karna
mudahnya menjalani hidup, karna kita sudah terlanjur dekat dengan ujian, dan
kita tahu bagaimana mengatasinya. Ya, hidup ini memang penuh ujian. Karena kata
orang dunia ini medan tempur, bukan singgasana kerajaan.
Setiap orang
mempunyai jatah cobaan sendiri-sendiri, tergantung takdir, itu kehendak yang
Maha Kuasa, jadi tak perlu iri saat melihat orang lain hidup lebih beruntung
dari kita. Dan pada hakikatnya, semakin tinggi kualitas hidup kita, maka
semakin kencang ujian menerjang. Jadi barangkali ujian tersebut memang untuk
menguatkan mental dan kualitas diri kita nantinya. Dan kita juga tak semestinya merendahkan bahkan menghina
orang-orang yang kalah menghadapi ujian,urusan kita memang terlampau beda
dengan mereka, kita hanya dituntun untuk membantu orang lain dan tidak
membebani mereka, . Selain itu, penyikapan atas ujian itu juga berbeda-beda.
tiap manusia memiliki isi kepala yang bermacam-macam, meski otaknya sama, Namun dengan perbedaan daya fikir, luasnya
pemahaman dan tingkat kedalaman pemikiran berbeda-beda.
Ada karakter dimana
ujian kehidupan membuatnya semakin kuat, meski mata manusia terlampau pedih
melihat penderitaannya, namun kepedihan yang mereka fikirkan tak sepedih apa
yang dirasakan orang ini, biasa saja. Karena
sisi lainnya tetap bicara bijaksana meski cobaan berulang kali menerpa.
Mereka itulah yang mempunyai keyakinan kuat kepada Tuhan, yakni orang yang
benar-benar meyakini hidup ini tak lebih dari sekedar numpang. So, bukan harta
atau pangkat yang dia cari, namun dia lebih menjaga kepercayaan atas semua
anugrah yang dititipkan, so, dunia tak pernah dia harapkan, kemiskinan hanyalah
sentilan kecil supaya dia selalu mengingat Tuhan. Karena pada dasarnya urusan
kepahitan ujian itu antara kita dengan Allah, jadi kita harus bisa mengatasi
itu sendiri, menggantungkan kepiluan dan kehidupan pada orang lain itu malah
membuat kita semakin rumit, karena mereka juga makhluk lemah seperti kita.
Mereka tak banyak membantu, selain karena ada Tangan Allah didalamnya.
Ada pula orang-orang
yang terlampau resah hidupnya. Diberi cobaan sedikit rasanya gunung kenistaan
akan menimpa dirinya. Sempitnya cara berfikir tak pelak melahirkan
keputusan-keputusan yang salah atas respon ujian yang sedang dialaminya,
mencuri, ngutang pada rintenir, mengais-ngais perhatian orang dengan
merendahkan martabatnya, menjual diri dan kehormatan, dan yang lebih tragis
lagi, mengakhiri kehidupan. Ya. Bagaimanapun kejamnya itu, itu nyata di dunia
ini.
Dan yang paling
terlihat memprihatinkan adalah
orang-orang yang diberi kemakmuran dan kesejahteraan, mereka mengira itu semua adalah hadiah
Cuma-Cuma dari Tuhan. mereka bersenang-senang, menhambur-hamburkan semua yang
ada,, padahal itu ujian paling besar dan paling menakutkan, bagaimana akan
dibayangkan jika itu semua nantinya dipertanggung jawabkan? Setiap recehnya,
padahal mereka lupa berapa juta yang dihambur-hamburkan entah kemana. Tentang
jatah zakat yang seharusnya menjadi kewajiban atas orang-orang membutuhkan
disekitarnya, mereka fikir mobil mewah yang dibanggakan itu murni miliknya?
Padahal tidak.
Ini bukan tentang
siapa yang paling terlihat hebat di dunia ini, yang seolah hidupnya tak pernah
tersentuh masalah atau cobaan, bukan juga tentang siapa yang lemah, yang selalu
kalah menghadapi ujian ini. So, mari kita ambil hikmah, selagi dunia ini masih
berjalan, dan dadu keberuntungan masih berputar.
Saya pernah
merasakan nasib paling mujur dimana semua bisa kudapatkan tanpa harus mengais
keharaman. Berada dalam zona aman tanpa harus mengusik penderitaan. Mengambil
materi tanpa memungut perjuangannya. Tidur tenang dan makan nyaman. Lalu saya
dihadapkan dalam beragam fase ujian hidup sebagai bentuk persiapan memasuki
zona kedewasaan, namun saya gagal dalam tiap fasenya. Dan kini kehidupan
berbalik 180 derajat. Saya tak sanggup menceritakan bagaimana saya sekarang.
Takut itu menghilangkan kesyukuran, aku masih memahami ini kehidupan dan
berharap di kehidupan lain aku merasakan kebahagiaan kembali, itu yang membuat
diri ini masih bertahan.
Saya pernah
merasakan dimana saya terpojok dan tiada jalan lain keluar, saya pernah melalui
fase dimana saya ambruk dan tiada tangan yang diulurkan, saya pernah merasakan
dimana kesepian obat terakhir saat pertemuan menjadi medan hinaan yang membuat
luka semakin lebar menganga. Untungnya saya masih sadar bahwa ini dunia, meski
terkadang merasa saya hanya terjebak dalam buruknya mimpi.
Saya pernah
merasakan bagaimana ketika melihat pisau yang tergeletak itu begitu menarik
hati, atau tali kekang yang melingkar seolah mengajakku bermain dengan leher
ini. Namun sedikit iman ini masih bisa membuatku tersadar, bahwa mungkin
sebentar lagi lentera itu menyala terang, takut kalau sabar kuputus, aku harus
mengulang dari awalan.
saya tak boleh
bersuudzon dengan yang Maha Esa,menurutku itu kunci yang membuatku senantiasa
tegar menghadapi itu semua, dengan begitu kita berkeyakinan bahwa Allah masih
menyayangi kita, dan pasti akan ada ujungnya. berusaha mengukir senyum diluar
meski kantung mata tak mampu menahan gejolak air mata yang keluar disetiap
peraduan saat beribadah kepadaNya. Cukup lama, dan tidak pernah mau tahu sampai
kapan nantinya.
Bagiku, ini semua
bukan tentang beratnya ujian yang sedang kuhadapi, namun hidup ketidak normalan
seperti ini, membuat semua masalah yang kecil tak bisa kuhadapi, sehingga
semakin berlarut-larut dan hampir membuatku mati rasa. Menjalani kehidupan
dengan sindrom kecemasan yang tinggi hingga membuatku menjadi paranoid.
Menjadikan hal yang biasa terlihat sebagai masalah bagiku. Belum lagi tentang
masalah sebenarnya. Ketakutan yang membuat segala kehidupanku menjadi muram,
tekanan demi tekanan hidup semakin menyesakkan tenggorokan. Haruskah aku
mengakhiri kehidupan sebelum waktunya karna sudah tiada lagi kenikmatan?
Pernahkah kalian
membayangkan bagaimana saat kita tersungkur dikehidupan ini yang membuat kita
berjalan lambat, namun orang-orang mengira itu bagian dari kemalasan kita, kita
berusaha bangkit sementara diluar sana tuntutan semakin meradang dan keadaan semakin
menyempit. Dan kita masih bisa tersenyum menerima segala perlakuan itu, namun
hati kita tak pernah setdetikpun merasakan kelonggaran dari sayatan-sayatan
luka oleh itu semua. Itulah ujian terberat yang dirasakan seseorang yang berada
dipintu kedewasaan, semuanya harus bisa dihadapi sendiri karena semua orang
bisa mengerti keadaan kita, apalagi membantu. Sabar..sabar..sabar…jangan
jadikan ini alasan untuk semakin menjauhkan diri kita dari Allah. Jadikan Dia
penyembuh segala luka, perentang segala kesempitan dan lentera di gelapnya hati
ini.. Agar tak berkepanjangan penyesalan yang terjadi, penyesalan atas waktu
yang semakin lama berjalan semakin cepat namun terbuang begitu saja, penyesalan
atas target-target hidup yang kini terlupakan. Dan penyesalan yang lain. Ini
semua masih tentang cobaan hidup, bukan adzab. Jangan ada putus asa. Kita masih
menjadi yang disayang oleh Allah, bahkan saat kita berdosa, Allah ingin agar
kita segera kembali ke jalanNya, lalu bagaimana saat kita berada dalam ketaqwaan,
sudah pasti ini hanyalah ujian kehidupan yang sifatnya sementara.hasbunallah
wani'mal wakil ni'mal Maula wa ni'man Nashiir.
Terkadang kita
merasakan kesempitan hidup bukan karena besarnya ujian itu sendiri, namun
karena kita tidak paham bagaimana mengatasinya. Dimulai dari prasangka buruk
kepada Allah, lalu muncul ketidak syukuran. Yang perlahan dibarengi keputus
asaan, lambat laun akan menyempitkan jalan fikiran sehingga yang muncul adalah
solusi instan yang bukannya menyelesaikan masalah, malah menambah masalah dan
membuatnya semakin runyam,lalu lagi-lagi kita menyalahkan Tuhan. Itulah kita,
manusia rapuh.. Kesadaran, kesabaran, dan ketelatenan menghadapi setiap situasi
terkadang memang dibutuhkan setidaknya untuk melihat masalah itu pada porsi
yang sebenarnya, lalu dengan kelapangan dada juga dinginnya kepala membuat kita
dipermudah untuk menyelesaikannya. Buktikanlah bahwa ujian yang kita hadapi tak
lebih besar dari kemampuan yang diberikan oleh Allah untuk mengatasinya. Hati
yang bersih dan keyakinan yang kuatlah yang akan membuktikannya. Semoga kita
semua bisa menjalani hidup ini dengan
baik dan dimudahkan dalam menghadapi segala ujian yang menerpa.
Allahumma
Rabbishrahli Shadri wa yassirlie amri wahlul uqdatam min lisaani, yafqahu
qauli…amiiin...
1 comments:
memang harus punya mental yang kuat untuk menghadapi ujian hidup ini
terkadang tuntutan terlalu berat dan buat kita sulit sendiri
Post a Comment