
Kebetulan sekali memang, beberapa hari sebelum itu aku pulang ke
rumah. Kakakku sakit dan itu mengharuskanku kembali dari solo untuk membantu
merawatnya di rumah. Lalu malam itu. Seperti biasanya aku bermain komputer di
ruang tamu, jaringan wifi gratisan yang kudapat dari tetangga membuatku semakin
betah tinggal di rumah dan betah di depan monitor. Candaan para tetangga yang
sedang mengobrol hangat di warung depan rumah pun masih keras terdengar.
Lucunya, pukul sepuluh aku sempat beralih ke ruang tv, ruangannya paling
belakang, deket dapur dan kamar mandi. menyantap menthok goreng pak bambang yang
dibawakan mbak ipar. dan sesaat sebelum kejadian aku kembali ke ruang tamu
untuk beraksi di dunia maya. Jam 12 kurang seperempat, seingatku. Tiba tiba
terdengar suara hentakan keras langkah kaki kakakku yang kamarnya tepat di
belakang ruang tamu. Kufikir kakakku ini sedang mengejar tikus, biasanya tikus
pada main ke rumah meninggalkan suara gaduh dan kotorannya yang menjijikkan di
bawah sofa dan meja. Namun fikiranku berubah ketika kakakku berteriak, “heh..!!
sopo kowe” (heh..siapa kamu), sontak fikiranku langsung mengacu pada satu kata,
MALIIIING..!!! lalu aku berlari kebelakang membantu kakak mengejar maling itu.
Kulihat kakak berhasil menangkap sang maling dengan menjambak rambut belakangnya.
Lalu aku datang mendekat. Kakakku yang masih setengah sadar itu memberondongi
pertanyaan sambil tangannya tetap mencambak rambut nya tentang siapa dia dan
lewat mana dia masuk rumah ini.
Aku kaget setengah mati, karena dia ternyata tetangga sendiri.
Mungkin dia mabuk, atau lagi butuh duit untuk beli miras, logikaku saat itu.
Dari pengungkapannya, dia mengaku Cuma mau ngintip dan masuk rumah lewat
belakang. Ah nonsense. Masak Cuma mau ngintip. Bukannya lebih menguntungkan
kalo ambil barang ato duit daripada Cuma ngintip. Aku kembali berlogika. Aku
masih ingat kalau di depan sana para tetangga masih asyik ngobrol di warung.
Aku berinisiatif menyeretnya ke depan. Dia berontak dengan berkata “ojo..isin
aku..” (jangan, aku malu). Tetap aja kupaksa, dengan bantuan kakakku kutarik
dia ke depan rumah. Untung saja dia tidak memberikan perlawanan yang berarti. melihat
tubuhnya yang kekar, karna bekerja sebagai laden buruh bangunan. Mungkin aku
dan kakakku kuwalahan andainya dia memberontak. Dan akupun siap pasang
kuda-kuda sebisanya meski 7 tahun lalu pernah mengenyam 3 jenis bela diri, dan
sekalipun belum pernah tanding karena selalu melarikan diri.hehehe. namun
feelingku mengatakan, dia gak bakal berontak. Karena sekuat apapun maling tetap
saja bermental pengecut, atau dia harus rela dikeroyok massa kalau kita kalah
lalu berteriak ke tetangga,
Dengan sedikit memaksa kita berhasil membawanya kedepan rumah. Aku
berteriak kepada kakakku yang nomer 3 yang saat itu masih berada di warung. semua
kakakku rumahnya deket dari rumah, jadi hampir setiap hari tetap bergaul dengan
tetangga sini. Mendengar teriakanku, masku yang nomer 3 tadi langsung lari
mendekat, mungkin dia kira kakakku yang sedang sakit kumat lagi. Padahal masih
nyenyak tidur di samping ibukku, mereka tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Setelah kubawa ketengah jalan. Sang maling itu berhadapan dengan aku, kakakku
yang di rumah, dan kakakku yang nomer tiga. Sedang tetangga yang lain tetap di
warung mengawasi. Lha mau gimana lagi. Malingnya tetangga sendiri. Di hajar
juga gimana. Akhirnya sang maling Cuma dapat beberapa tamparan dari kakakku,
setelah itu dilepaskan. Pagi harinya masku yang mau dimasuki kamarnya itu
ngomong baik-baik ke ibunya. Menceritakan ap yang telah terjadi malam itu.
Jangan tanya setelahnya, berita menyebar perlahan demi perlahan, dari mulut ke
mulut. Sampai tiap kali kita bertemu tetangga, selalu itu yang dibicarakan. Kasihan
ibunya, entah seperti apa malu yang dirasa gara-gara tingkahnya tersebut. Yang
jelas setelah kejadian itu pintu rumahnya selalu tertutup rapat, padahal
biasanya pada ngobrol di depan rumah.
Ya, yang terakhir ini adalah berita mengejutkan lainnya. ketika
mbak iparku ngobrol dengan bu RT di satu kesempatan. Ternyata bu RT
menanggapinya santai. Dan diluar dugaan. Bu RT yang notabene rumahnya tepat di
depan rumah pelaku. Bercerita kalau dia memang suka ngintipin orang, bu RT
sering diintip kalau lagi di kamarnya. Padahal kita para tetangga kan biasa
sliwar-sliwer ke rumah tetangga yang lain. Mungkin ada butuh apa biasa ambil
sendiri, maklum kita orang desa.namun ternyata hal ini dimanfaatkan oleh
pelaku. Hal ini langsung kukaitkan dengan peristiwa cekcok pelaku dengan
tetangga baru waktu silam, yang mengaku istrinya sering diintip ketika sedang
mandi dengan dalih memperbaiki genteng rumah yang letaknya persis pepetan
belakang rumah. Dengan kata lain pelaku mempunyai penyimpangan seksual. Tak ada
respon hukum karena tetangga sendiri dan kita, keluarga masih respek dengan
keluarganya yang baik.
Baik saja tak cukup.
Itulah pembelajaran yang kudapat dari kejadian ini, sekaligus
menguatkan argumentasiku sebagaimana saat sedang berdiskusi hangat dengan
teman-teman cewek tentang kriteria calon pasangan mereka nanti. Bahwa sesuatu
yang tidak berlandaskan dengan pemahaman agama akan mudah terlepas dari diri
seseorang. Kemungkinan potensi kamuflase/ pura-pura baik-nya lebih besar dari
orang sholeh yang mengenyam pendidikan agama. Karena bagaimanapun, agama
bersifat membentengi manusia dari perbuatan buruk. Sedangkan watak, atau
karakter dapat dipengaruhi oleh sesuatu semisal keadaan. Masih teringat dengan
pesan bang napi bahwa kejahatan terjadi bukan karena ada niat, tapi karena ada
kesempatan. Well, banyak kita jumpai akibat dari hal-hal tersebut di televisi.
Saya kasih contoh semisal kejadian kekerasan dalam rumah tangga. Tak mungkin
seorang istri mencari pasangan orang yang suka marah atau temperamen. Dulunya
pasti dia mengenal suaminya sebagai seorang yang santun dan penyayang (pas lagi
pacaran). Kemudian ketika berumah tangga, berhadapan dengan berbagai cobaan dan
tekanan hidup. Tentang finansial, atau bahkan godaan orang ketiga. Akhirnya
berkuranglah rasa cinta kepada pasangan sehingga konflik yang ada memicu amarah
dan akhirnya terjadilah KDRT.
Menurutku ada beberapa hal yang melatar belakangi pelaku sehingga
melakukan penyimpangan seperti itu.
1. Usianya
memang sudah waktunya untuk menikah, mungkin sekitar 30 (kurang/lebih dikit
dari itu). jadi wajar ketika dia tidak mempunyai tempat yang halal untuk
menyalurkan kebutuhan biologisnya, dia mencari alternatif yang menurutnya
paling pas dan paling nikmat baginya, meskipun bagi orang lain itu bentuk
penyimpangan. Dan selama dia tidak mendapatkan tempat yang halal, dia akan
melakukan itu terus menerus. Karena bentuk penyimpangan seksual itu tak ubahnya
seperti rokok atau narkoba. Bersifat candu meski nikmatnya sesaat. Jadi tanpa
ada fikiran jernih untuk menghentikan perilaku tersebut. Hal itu tidak akan
berhenti. Karena sadar ataupun tidak, perlahan dia sudah hilang logika dan
pertimbangan untuk melakukan hal tersebut. Sehingga dia nekad melakukan itu
meskipun dengan konsekuensi yang terlalu berbahaya, seperti masuk rumah orang. Dia
sudah tidak peduli lagi gimana akibatnya andai ketahuan. Bisa-bisa mati
dikeroyok warga.
2. Keadaan
ekonomi yang tidak stabil (belum mapan) membuatnya belum berani untuk menikah,
ditambah dengan gaya hidup yang asal-asalan. Menjadikannya dia tidak punya
target hidup ke depan. Sehingga segalanya terlihat berantakan. Bukan berarti
dia tidak punya duit, bahkan dia lebih pinter cari duit daripada saya. Semua
orang pun tahu bahwa kerja laden tukang bangunan tu besar. Namun mungkin tiap
kali dia gajian, dia tidak menyimpan duitnya dengan baik, langsung digunakan
untuk hura-hura, padahal pekerjaan laden kan tidak selalu ada, menunggu
panggilan job. Itulah yang membuatnya tidak berani untuk menikah. Atau mungkin
memang dia belum pengen menikah.sebagaimana tadi, orang-orang seperti ini tak
punya terget ke depan. Dan dia tidak mempunyai banyak teman wanita yang bisa
dijadikan pilihan untuk dinikahi.
3. Kurang
mengenyam pendidikan. Banyak orang berfikir sekolah agar pintar. Namun pintar
yang dimaksud hanya sekedar kemampuan untuk mengerjakan soal. Lalu punya nilai
baik, berprestasi. Kerja mapan dan dapat duit banyak. Padahal fungsi sekolah
adalah merangsang otak untuk berfikir, memahami sesuatu dengan kadar yang
tepat, lalu meresponnya sesuai aturan. Dengan kata lain. Pendidikan menjadikan
kematangan fikiran dalam memutuskan segala sesuatu dalam hidupnya. Berfikir
logis dan punya daya nalar yang baik. cerdas dalam memimpikan masa depan dan
merealisasikan. orang yang kurang mengenyam pendidikan biasanya cara
berfikirnya pendek, kurang peka dengan lingkungan atau perasaan orang,
cenderung pragmatis. Seringkali bergaya hidup hedon. Sebenarnya poin yang pertama, yang kedua, dan yang ketiga bisa diselesaikan dengan adanya point ke empat, sayangnya di point tersebut dia juga miss.
4. Jauh
dari agama, meskipun ibu dan adik adiknya rajin ke masjid. Dia mengikuti gaya
bapaknya yang jarang ke masjid, mungkin bahkan jarang shalat. Hal itulah yang
membuat dirinya semakin gersang di dunia ini. Dan orang-orang seperti ini
hidupnya akan terlihat kacau, meski sekaya apapun dia. Dia seperti layangan
putus yang terbang kesana kemari tanpa arah dan tujuan. Padahal andaikan dia
dekat dengan Tuhan, meski gak seberapa dekat. Pasti ada akhir dari semua
penderitaan. Seperti tetangga dekatku itu anak orang miskin sekali. Tapi saat
kecil dia santun dan rajin ke mesjid. Dia cari kerja dan mengumpulkan uang
untuk menikah. Sekarang sudah mempunyai beberapa anak. Dan kehidupannya normal
meski memang dari finansial tidak sesejahtera lainnya. Tetapi kondisi batin dan
jiwa terisi oleh agama. Saya suka orang seperti itu. Karena saya yakin jika ada
doa, pasti ada jalan untuk berusaha. Selemah apapun kita. Karena bahkan orang
yang tidak peduli dengan Tuhan saja dimakmurkan olehNya, tidak mungkin kita
yang selalu mengingatNya, menyebutNya disetiap keadaan, terlupakan begitu saja.
Ini hanya sekedar ujian. Kalau kita tak pernah paham dengan ini semua. Ya
seperti pelaku ini, dia tak tahu harus gimana, dan terus melakukan hal
tersebut.
Masalah
adalah hal yang biasa terjadi di dunia ini. Masalahnya adalah kurang pekanya
orang-orang terdekat untuk mengantisipasi hal ini. Atau melakukan perbaikan
kepadanya. Merasa semuanya berjalan baik-baik saja meskipun indikasi
penyimpangannya sudah terdeteksi. Atau dengan mudah menyalahkan pelakunya
begitu saja. Padahal kita tahu hal tersebut bukanlah sebuah jawaban dari
permasalahan tersebut. Sekali lagi bukanlah jawaban. Namun begitulah pemikiran
orang-orang kita. Kita terlalu melihat dari kasat mata tanpa benar-benar ingin
tahu tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi. Semisal kita punya anak yang
tidak begitu pintar di sekolahnya. Kita semena-mena mengatakan dia bodoh,
padahal selalu ada alasan di setiap ketidak normalan hidup ini. Mungkin saja
dia salah menggunakan teknik belajar. Atau mungkin dia butuh bimbingan agar
semangat belajarnya naik, lihatlah betapa lembaga bimbingan belajar
dilingkungan anda menjamur banyaknya. Karena lembaga tersebut sukses membuka
salah satu kelemahan murid dalam pembelajaran. Tapi kebanyakan para orang tua
tidak menyadari itu. Kemudian dalam kasus anak menjadi penakut, kita para orang
tua dengan santainya menyebut penakut, membully anak sendiri. Padahal jika kita
amati, mungkin ada yang salah dari didikannya. Mungkin kita terlalu ketat
mengawasi dia sehingga apapun yang hendak dia lakukan. Kita batasi dengan
alasan safety. Padahal dibalik itu, perlahan mentalnya terblocking untuk selalu
memberikan alarm ketika dia hendak melakukan apapun itu. Dan lama kelamaan dia
akan menjadi takut meski sekedar untuk berbuat apa yang dia ingini. Dia lebih
memilih pilihan orang lain. So? Semuanya perlu kita sadari bahwa ketidak
normalan di kehidupan ini selalu mempunyai faktor x yang harus diperbaiki agar
semua kembali berjalan normal. Bukan menjudge atau menyalahkan orang/pelakunya
begitu saja. Kecuali memang ada niat. Maka hukum tetap ditegakkan.
Bukan
maksud saya untuk menjelekkan atau menyudutkan pihak tertentu (karenanya saya
tidak menyebutkan identitas asli) namun saya berharap dengan kejadian ini ada
banyak hikmah yang bisa di dapat. Karena kehidupan adalah pembelajaran untuk
menjadi yang lebih baik dan lebih baik lagi. Fungsinya agar kejadian sepeti ini
tidak terulang lagi dengan adanya antisipasi. Berupa perhatian yang baik dari
orang-orang terdekat. Tuntunan yang intensif, seperti kakak ipar saya yang
mencandai saya setelah kejadian tersebut, dia bilang, ”ojo koyok ngono lho
om,”(jangan kayak gitu lho, om) :D
0 comments:
Post a Comment