
Seperti di sabtu senja sekarang ini. Saat kurasakan tempat yang
bertahun-tahun kutinggali terasa begitu sepi. Hampir 5 tahun kutinggali dan aku
diijinkan merasakan perubahannya. Dindingnya yang merapuh, para penghuni kos
yang datang untuk bebrerapa tahun lalu pulang ke kampong halamannya setelah
selesai studi. Aku yang paling senior disini. Sebagai mahasiswa abadi yang tak
punya harapan menyelesaikan studi. Percuma aku memaki. Aku nikmati saja petualangan
ini, meski melihat mereka memakai toga lalu pulang ke rumah serasa menikmati
tiap inci kulit yang tersayat duri. Entahlah, mungkin ini bagian dari
perjalanan hidup yang tak perlu aku sesali. Hanya butuh perbaikan. Dan
menggunting kata terlambat di kamus kehidupan. Semua ini hanyalah takdir. Aku
percaya itu.
Sepi sekali keadaan kos saat aku sedang menulis ini. Beberapa anak yang tinggal tak jauh dari solo
seperti sragen, ngawi, boyolali pada pulang kampung, sudah biasa saat
sabtu-minggu mereka pulang kampong. sedangkan sebagian lagi pergi entah kemana.
Mungkin main ke kosan teman, ngedate atau entahlah. Lalu sisanya. Angkrem di
kamar masing-masing. Terdengar sayup-sayup suara music yang mereka putar. Ada
juga yang senyap, mungkin lagi tidur. Namanya juga kehidupan kos. Selain urusan
kuliah. Kalo gak main, makan, ya tidur. Lampu lorong kos ini belum juga menyala
meski senja sudah mulai menghitam. Bisa kebayang bagaimana sebuah kosan dengan
bentuk konstruksi kuno memanjang tak lebih baik dari lembaga permasyarakatan.
Berlorong gelap dan tak didapati tanda-tanda kehidupan. Itu rasanya cocok untuk
dijadikan tempat syuting uji nyali yang tiap malam tayang di salah satu acara
tv.
Jangan ditanya gimana keadaan lantai atas. Lebih seram dari yang
dibawah, penghuninya lebih pendiam dan tak begitu sensitive dengan keadaan kos,
maklum kebanyakan angkatan baru, meski ada juga penghuni lama. Tapi tak jauh
karakter dengan yang awal-awal ini. Jangankan berharap kamar mandi terbuka
dengan keadaan bak penuh juga air bersih. Lantai yang kotor penuh debu, sampah
beterbangan, dengan pojokan penuh tumpukan pakaian kumal setengah basah oleh
air hujan yang terkadang dating. Malam pun terkadang lampu masih juga belum
nyala, padahal yang di bawah sini ramai aktifitas dan terang benderang.generasi
autis yang begitu menjengkelkan buatku, meski tak semuanya, namun kebanyakan
begitu. Tak menganggap kos ini rumah sendiri, tapi seperti losmen. Hanya bisa
komplen dan komplen. Tanpa sedikitpun bergerak sendiri. Kufikir apa jadinya
mereka kalau sudah menikah nanti. Apakah semuanya harus bermuara ke istri. Aku
memang yang paling bodoh karena tak juga lulus dengan 6 tahun lebih masa kuliah
namun mentalku tak seperti mereka. Dan aku bangga dengan itu.
Tak harus waktu weekend seperti ini, terkadang saat mereka
disinipun masih terasa sepi. Hanya ada kamar menyala dengan suara music namun
pintu terkunci rapat. Rasanya mereka sudah cukup melalui hari-hari dengan
melakukan itu. Its not about studi karna kuyakin mereka tak sedang mengerjakan
tugas apalagi belajar. Karna kuliah tak serumit sekolah, bahkan teman kamarku
yang IPK nya 3.6 kulihat jarang belajar. Yang penting masuk dan ngerjain semua
tugas. Its done. Kembali ke kosan. Entah kenapa bahkan aku yang seorang
introvert merasa jengah dengan kesunyian ini. Rasanya tak puas kita menjalani
hari tanpa berinteraksi. Begitu membosankan. Harusnya saat-saat seperti ini
kita belajar berinteraksi agar tak kaget saat kita bersama mertua atau berada
di lingkungan istri. Tapi ya begitulah mahasiswa sekarang ini. Menggebu-gebu
saat ditanya masalah politik tapi song-kosong dalam bermasyarakat. Kalau dulu
saat aku masih tinggal di kamar atas. Kurelakan tv tunerku kuletakkan di luar
kamar biar ramai. Itu berhasil membuat mereka mulai kumpul sekedar nonton tv,
tapi sayangnya ketika tv rusak. Gak ada yang mencoba mengumpulkan dana untuk
menservisenya. Kembali ke keadaan semula. Ya begitulah. Mau gimana lagi.
Namanya juga penghuni kos. Slalu ada cerita konyolnya.
Kos ini 2-3 tahun lalu serasa rumah sendiri bagiku. Keadaan kos
yang nyaman, teman-teman yang slalu membikin gurih di setiap keadaan. Ada
ridho, anugrah, ipung, singgih, doni, heri. Kini rasanya begitu sepi saat satu
persatu mereka pergi meninggalkan kos ini. Studi mereka tlah selesai tepat pada
waktunya. Mereka tlah meniti karir, sebagian tlah berumah tangga. Dan aku masih
disini. Para penghuni baru tak sehebat
mereka dalam meramaikan kos ini, suasana hati ini. Kini rasanya sepi dan pilu.
Entah memang sepia tau aku sepi oleh ulahku sendiri. Setiap kisah tak selalu
berjalan beriringan, meski di fase tertentu kita dipertemukan untuk bersama
namun itu tak berlaku selamanya. Setiap kita punya jalan cerita sendiri. Seperti
kisahku ini, tentang satu weekend yang tak kuharap terjadi.
BINA TAQWA, Kos ini dulu seperti sebuah film persahabatan yang
begitu kental dengan kisah seru. Slalu di dapati keramaian yang terjadi di kost
ini, entah oleh satu kekocakan teman, atau kekonyolan yang lain. Persis di
waktu seperti sekarang ini. Biasanya kita selalu nongkrong di depan tv tua yang
penuh tulisan tipe-x dan sisa bungkus jajan yg diselipin disela-sela tv.ada
saja yang diomongkan. Semua tak jauh dari cinta dan masa muda. Lekat sekali
bagaimana ramainya ketika mereka saling mengejek lalu tertawa satu sama lain.
Ketika mereka antusias berkomentar tentang satu acara tv yang sedang mereka
tonton. Apalagi malam minggu syahdu seperti ini. Channel bola slalu menjadi
nomer satu, tak ketinggalan botol aqua yang terisi beberapa kerikil kecil
sekedar untuk menyemarakkan panasnya pertandingan saat masing-masing tim
kesayangan berhadapan saat itu.
Indahnya kisah ini. Semuanya cerita pertemanan kita termasuki nilai
reliji. Tak melulu tentang kesenangan. Setiap waktu shalat kita saling ajak
pergi ke masjid. Jalan bareng sambil ngobrolin apa aja yang melintas di fikiran
mereka. Setiap ba’dha magrib terdengar lantunan bacaan alqur’an dibalik pintu
kamar mereka. Tak semua. Namun itu cukup untuk membuat penghuni lain segan
memmainkan musik atau menonton tv. Sekali lagi tak seperti sekarang ini. Seselesainya
shalat isya biasanya kita sepakat makan bareng di warung makan langganan kita.
Yang pasti murah dan mempunyai tempat duduk yang cukup nyaman untuk kita buat
ngobrol sekenanya, sekedar memberi lebih kesan nikmat dari makanan
murah-sederhana yang kita santap. Warung kentrung mbah min di mendungan, atau
warung pojokan pasar kleco yang pas dimanfaatin untuk melihat suasana jalanan
ramai malam hari, atau warung hik douglas kalau hujan memaksa kita menahan
motor kesayangan keluar. Semuanya masih begitu lekat di fikiran.semoga tak
terlupakan.
Ada dua tempat favorit kita di kos ini, halaman depan kos dan ruang
tv di balkon atas. Setiap sore kita biasa kumpul duduk di bangku panjang depan
kos. Tentunya sambil ngobrolin segala sesuatu. Ada yang sambil mencuci motor,
mencuci baju, antri mandi. Atau memperhatikan pohon mangga, barangkali ada yang
sudah matang. Slalu memunculkan canda tawa.
Ada juga kegiatan lainnya, semisal renang bareng di kolam renang
pengging atau bermain futsal, bahkan insidentically kita tanpa niat tiba-tiba
jalan kemana rame-rame sekedar mendinginkan kembali fikiran. Bagi kita anak
muda yang belum memikirkan keluarga. Itu rasanya sungguh menyenangkan.
Masa paling menyenangkan adalah saat ramadhan, ketika diwaktu subuh
kita saling membangunkan satu dengan yang lainnya. Lalu dengan kelopak mata
yang belum terbuka sempurna kita pergi bareng makan sahur di warung langganan.
Dibungkus dan dimakan di depan tv sambil menonton acara khas pengantar makan
sahur. Tak lupa obrolan yang menjadikan dinginnya waktu menjelang subuh itu
terasa sedikit lebih hangat. Lalu sorenya antara jam 4- jam lima kurang kita
lomba cepat atau kalah antrian mandi. Lalu berbondong-bondong memburu masjid
yang menyajikan makanan buka puasa paling nikmat. Masjid Pondok Modern AsSalam,
masjid R.S Yarsis, masjid kampus 1 UMS, Atau kalau terlambat kita menuju yang
terdekat, masjid Abu Bakar.benar-benar menjiwai untuk seorang mahasiswa,
berusaha mendapatkan moment yang pas untuk menjaga dompet tetap pada tebal yang
semestinya. Pun meski sehabis terawih terkadang ada godaan saat datang ajakan
berbuka jilid dua dengan berbayar. Alias makan di warung karena lapar lagi
setelah terawih.
Kenangan-kenangan itu tak terlupakan, benar kata orang. Kita
merasakan sesuatu itu sangat berharga justru sesaat setelah kita ditinggalkan
oleh nya. Ya. Momen berharga dari hidup kita kebanyakan tak pernah kita
planning sebelumnya. Dan itulah yang membuat momen itu semakin ngangenin. Dan
perubahan suasana tersebut di keadaan yang sekaranglah yang sedikit meluapkan
kenangan itu di fikiran. Saat-saat kita ditakdirkan bersama untuk sepenggal
kisah.
Semoga mereka yang masuk menjadi bagian kenangan ini selalu
diberikan penjagaan dari Allah, dimudahkan olehNya tuk meniti apa yang sedang
diraihnya. Memiliki keluarga yang harmonis, sakinah mawaddah warahmah. Dan
segala kebahagiaan slalu hinggap di hati mereka. Karena mereka orang-orang baik
yang pernah mengisi penggalan kisah ini. Dan semoga semua yang pernah dilalui
bersama tidak terlewat dan terlupakan begitu saja. Godbless you. Friends of
Bina Taqwa 2010-2012.
Teman kamar atas wisma bina Taqwa 2010-2012
- Ridho Islami - UMS - Psikologi-Tarbiyah ‘07
- Dian A.P - UMS – Pend. Matematika ‘07
- Ahmad Fatkhul Huda - UMS – PGSD ‘10
- Kardoyo - UMS – Tarbiyah ‘10
- Heri Setiawan - UMS – Tarbiyah ‘08
- Anugrah Adi Mulyawan - UMS – Pend. Bahasa Inggris ‘08
- Singgih - UMS – Pend. Matematika ‘07
- Ipung Anggoro - UMS – Pend. Bahasa Inggris ‘08
- Apriyanto Nugroho - UMS – Pend. Matematika ‘08
- Doni Priyandono - UMS – Pend. Bahasa Inggris ‘08
Dan teman-teman lain yang belum disebutkan.
0 comments:
Post a Comment